Recents in Beach

header ads

MENELUSURI PENGGUNAAN BAHASA JAWA DI DAERAH BANTEN



Bahasa Jawa dialek Banten ini termasuk salah satu yang kurang terdengar gaungnya, mungkin karena seperti bahasa Jawa dialek Cirebon (Cerbonan), dan Indramayu (Dermayon), wilayah bahasa Jawa dialek ini terletak di dua propinsi yang lebih sering dikonotasikan dengan wilayah urang Sunda (Propinsi Jawa Barat & Propinsi Banten). Sehingga sangat jarang ahli bahasa Jawa yang mendalami seluk beluk dan sejarahnya. Amat sedikit (kalau tidak mau dikatakan tidak ada) literatur yang ditulis dalam ketiga dialek bahasa Jawa tersebut.

Nasib lebih baik didapat oleh kedua dialek bahasa Jawa lainnya yang tersebut diatas. Semata-mata karena wilayah fisiknya berbatasan langsung dengan wilayah propinsi Jawa Tengah. Dan masih banyaknya persamaan budaya dan bahasa terutama dengan bahasa Jawa dialek Banyumasan dan Tegalan.

Apabila kita mencoba membuka kembali buku sejarah, kita mengenal sebuah kerajaan besar di daerah pulau Jawa bagian Barat, yaitu kerajaan pajajaran. Diperkirakan lima ratus tahun yang lampau, kerajaan itu mengalami masa kejayaan sehingga rakyatnya hidup dalam keadaan tata tentrem kerta raharja. Luas wilayah kerajaan pajajaran meliputi hampir seluruh pulau Jawa bagian Barat ditambah pula dengan daerah Tegal dan Banyumas yang sekarang masuk kedalam wilayah propinsi Jawa Tengah (Ekajati, 1975).

Salah satu daerah pulau Jawa bagian barat yang merupakan daerah yang tak terpisahkan dari kekuasaan kerajaan Pajajaran adalah wilayah Banten. Kata Banten sendiri secara etimologi terdapat beberapa macam pendapat. Kata Banten dianggap berasal dari kata bantahan (bahasa sunda) "bukan penurut", bin-tahan "tahan dalam segala perjuangan",ketiban-inten "kejatuhan intan", ban "lingkaran" dan ten "intan", dan wahanten. Yang terakhir ini adalah nama sebuah daerah dalam sejarah yang termasuk kerajaan pajajaran. Nama itu disebut dalam naskah carita parahiyangan. Artinya mungkin sama dengan Cibanten karena bentuk baru wah berarti "sungai". Cibanten adalah nama sungai yang ada di daerah kota Banten.

Sejarah terus berlalu dan mencatat peristiwa penyebaran Islam ke seluruh pulau Jawa yang dilakukan oleh Fatahillah, seorang ulama dan panglima perang yang berasal dari pasai. Pada tahun1525 ia menyebarkan agama Islam sampai Demak. Setahun kemudian, fatahillah bersama 2.000 orang pengikutnya yang berasal dari Demak, menyebarkan agama Islam ke daerah Banten.Berkat kebijaksanaannya, rakyat Banten menerima agama Islam dengan penuh keikhlasan dan kesadaran (Ekajati, 1975). Sejak itu berdiri kesultanan Banten yang di samping membawa kemakmuran dan kesejahteraan bagi rakyatnya,juga merupakan pusat kebudayaan bagi rakyatnya.

Sejalan dengan masuknya fatahillah dan pengikutnya dari Demak, sejak itu masuk pula bahasa dan kebudayaan orang Islam Demak ke wilayah Banten, terutama di sepanjang daerah pantai utara. Masyarakat Banten di sepanjang pantai utara(sebagian Kabupaten Serang dan Tangerang bagian utara) yang sebelumnya berbahasa dan berbudaya Sunda mulai mengenal dan menerima bahasa dan budaya Jawa. Kemungkinan sejak peristiwa ini, muncullah istilah bahasa Jawa (dialek) Banten yang pada perkembangan selanjutnya terjadi sentuh bahasa dengan bahasa Sunda sehingga bahasa Jawa (dialek) Banten bergeser dari ciri-ciri bahasa Jawa lulugu- bahasa Jawa asli.

Penamaan Bahasa Jawa (dialek) Banten itu sendiri masih perlu diperdebatkan, karena Banten itu sendiri bisa sebagai nama: 1) kesultanan tempo doeloe, 2) nama kampung di wilayah utara Kabupaten Serang, dan 3) nama (wilayah) provinsi yang mencakup Kabupaten Serang, Kodya Cilegon, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Tangerang, Kodya Tangerang, dan kabupaten lebak. Dari hasil pengamatan sementara, penamaan Banten pada bahasa Jawa dimaksud berhubungan dengan nama kesultanan yang pusat pemerintahannya di kampung Banten, karena apabila berkaitan dengan wilayah provinsi maka pemakaian bahasa Jawa (dialek) Banten tersebut harus menyebar di seluruh provinsi Banten.

Berdasarkan sumber informasi yang ada, tidak ada satu pun keterangan yang memberi penjelasan bahwa bahasa Jawa merupakan bahasa resmi yang harus dipergunakan (minimalnya di kuasai) oleh seluruh rakyat Banten pada waktu pemerintahan Kesultanan Banten. Artinya, bahwa bahasa Jawa Banten hanya dipergunakan secara terbatas di kalangan para kerabatkesultanan dan para pendatang dari Demak dan Cirebon. Sebagian besar rakyat pada waktu itu tetap mempergunakan bahasa Sunda sebagai bahasa kesehariannya. Sehubungan dengan pusat pemerintahan kesultanan dan sebagian besar pendatang dari Cirebon dan Demak berada di kampung Banten dan sepanjang pantai utara seperti di daerah Anyer, Cilegon,Merak, Bojonegara, Pontang, Tirtayasa, dan sebagian Kabupaten Tangerang (sekarang) bagian utara.

Khusus di kabupaten Serang pada saat sekarang,sedikitnya terdapat tiga bahasa yang dipergunakan masyarakat secara baik, yaitu bahasa Jawa (dialek) Banten, bahasa Sunda, dan bahasa Indonesia. Bahasa Jawa (dialek) Banten, dipakai di wilayah Kabupaten Serang sesuai keperluannya. 

Agus Suriamiharja dkk. (1981) memetakan geografi pemakaian bahasa di Kabupaten Serang sebagai berikut.

1. Pemakai bahasa Jawa (dialek)Banten terdapat di kecamatan: Cilegon, Merak, Bojonegara, Pontang, Tirtayasa, Ciruas, Carenang, Kasemen, dan Kramatwatu.

2. Pemakaian bahasa Sunda terdapat di Kecamatan:Ciomas, Pabuaran, Padarincang, Cinangka, Anyar (sebagian), Baros, Petir, Cikeusal, Kopo, Cikande, dan Pamarayan.

3. Pemakaian bahasa Jawa-Sunda (bilinguistis) terdapat di kecamatan:
Anyar, Serang,Mancak, Waringinkurung, Taktakan,Serang, Cipocok, Walantaka, dan Kragilan.

Sejalan dengan di telah diproklamirkannya Banten sebagai sebuah provinsi, timbul sebuah wacana dari sebagian masyarakat provinsi Banten untuk mencari identitas kedaerahan yang salah satunya dengan menjadikan bahasa Jawa (dialek Banten) sebagai bahasa daerah yang berlaku di Kabupaten Serang. Wacana ini tentunya perlu dipikirkan dan dikaji secara matang, sehingga tidak menimbulkan persoalan lain yang malah menghilangkan identitas bahasa yang sebenarnya.


SUMBER http://bogaabah.blogspot.com