Hasil Bahtsul Masail PWNU Jatim 1982 di PP. Asembagus Situbondo
Jumat adalah salah satu hari istimewa Islam, memiliki segudang rahasia samawi yang tidak terjangkau oleh akal kita. Tonggak agama yang mengakar pada ritual shalat fardlu menjadi lebih sarat akan makna, ketika waktu ini menjadi hari istimewa dengan perintah menjalankan syiar shalat Jumat ditengah umat. Permasalahan yang timbul kemudian adalah semakin banyaknya masjid yang mendirikin jumat dalam jarak yang sangat dekat.
Pertanyaan:
Adakah ada qaul yang membolehkan ta’addudul jum’ah yang jaraknya kurang dari ketentuan yang telah ditentukan dalam hukum fiqih?
Jawaban:
Tidak ada kecuali karena sulit untuk berkumpul atau qaul dlaif yang tidak boleh difatwakan.
Dasar Pengambilan Hukum:
1. Muqaddimah Hadromiyah I hal 241
الثَّالِثُ: أَنْ لاَ يَسْبِقَهَا وَلاَ يُقَارِنَهَا جُمُعَةٌ فِي تِلُكَ البَلَدِ أَوْ الْقَرْيَةِ إِلاَّ لِعُسْرِ الاجْتِمَاعِ .
“syarat yang ketiga: tidak didahului atau bersamaan dengan jumat lain di kota/desa itu kecuali karena sulitnya berkumpul”
2. Asna Al Mathalib II hal 113
)الشَّرْطُ الثَّالِثُ أَنْ لا يَتَقَدَّمَهَا وَلا يُقَارِنَهَا جُمُعَةٌ فِي الْبَلَدِ) ; لأَنَّهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالْخُلَفَاءُ بَعْدَهُ لَمْ يُقِيمُوا سِوَى جُمُعَةٍ وَاحِدَةٍ ; وَلأَنَّ الاقْتِصَارَ عَلَى وَاحِدَةٍ أَفْضَى إلَى الْمَقْصُودِ مِنْ إظْهَارِ شِعَارِ الاجْتِمَاعِ وَاتِّفَاقِ الْكَلِمَةِ (نَعَمْ إذَا كَثُرَ النَّاسُ وَعَسُرَ اجْتِمَاعُهُمْ فِي مَسْجِدٍ) أَوْ نَحْوِهِ (فَالتَّعَدُّدُ جَائِزٌ لِلْحَاجَةِ) بِحَسَبِهَا
“(Syarat yang ketiga: tidak didahului atau bersamaan dengan jumat lain di kota itu) karena RasuluLlah SAW dan Khalifah setelahnya tidak mendirikan kecuali satu jumat, dan karena mencukupkan satu itu lebih memenuhkan maksud untuk menampakkan syi’ar berkumpulnya (ummat) dan sepakat dalam satu kalimat (memang benar yang seperti ini, namun apabila manusia sudah sangat banyak, dan sulit dikumpulkan dalam satu masjid) atau sesamanya maka jumat lebih dari satu diperbolehkan karena hajat) dengan memperhitungkan hajat itu”
1. Jam’u al-Risalah fi Ta’addudi al-Jum’atain.
اْلقَدِيْمُ أَنَّ أَقَلَّهُمْ اِثْنَا عَشَرَ ثُمَّ إِنَّ تَقْلِيْدَ الْقَوْلِ اْلقَدِيْمِ أَوْلَى مِنْ تَقْلِيْدِ الْمُخَالِفِ ِلأَنَّهُ يَحْتَاجُ أَنْ يُرَاعِيَ مَذْهَبَ الْمُقَلَّدِ بِفَتْحِ اللاَّمِ فِي الْوُضُوْءِ وَالْغُسْلِ وَبَقِيَّةِ الشُّرُوْطِ، وَهَذَا يَعْسُرُ عَلَى غَيْرِ الْعَارِفِ، فَالتَّمَسُّكُ بِأَقْوَالِ اْلإِمَامِ الضَّعِيْفَةِ أَوْلَى مِنَ الْخُرُوْجِ إِلَى الْمَذْهَبِ اْلآخَرِ.
"Menurut qoul qodim, bahwa sedikitnya ahli jama’ah jum’at adalah 12. kemudian taqlid (mengikuti) qoul qodim itu lebih utama dari pada mengikuti yang menentang, karena ia harus menjaga madzhab yang diikuti dalam masalah wudlu, mandi dan semua syarat-syaratnya. Hal ini akan menyulitkan bagi orang yang tidak mengerti. Kemudian berpegang teguh pada pendapat-pendapat imamnya (satu madzhab) dengan qoul dloif itu lebih baik dari pada ia sampai keluar pada madzhab yang lain".
SOLUSI NAHDIYIN.NET