Recents in Beach

header ads

Abuya Dimyathi (Cidahu)


Sudah diketahui umum bila di Banten banyak sekali kiai. Akan tetapi, ketika nyantri di sana, saya hanya mendengar dua orang di antara kiai-kiai tersebut yang oleh masyarakat dipanggil dengan sebutan Abuya. Keduanya adalah Abuya Dimyathi dan Abuya Busthomi (sebelum dua “Abuya” ini, yang masyhur dengan sebutan Abuya adalah seorang ulama yang lebih menonjol dengan ilmu-ilmu alatnya, pemilik Sanad Alfiah Ibnu Malik dari “3 Kiai Kholil” yang juga terkenalkarena memiliki banyak karomah. Dia adalah Abuya Sanca).

Tentang Abuya Dimyathi, biarlah kita bahas sendiri lebih rinci nanti. Sedangkan tentang Abuya Busthomi, dia adalah ulama yang kalamnya runtut, banyak memberikan “wejangan” sampai ke pelosok-pelosok kampung, dan menjadi sesepuh di Pesantren Cisantri. Di akhir hayatnya, dia lebih banyak istiqamah beribadah karena kesehatan yang tak memungkinkan untuk sibuk dalam aktivitas sosial.


Kiai ketiga yang juga harum namanya, yang mungkin agak fenomenal, adalah Kiai Munfasir. Dia adalah salah satu sosok kiai dengan pesona wajah yang begitu ramah, santun dalam gaya bahasa, dan mem-praktikkan jalan kesufian secara ketat. Menantu Kiai Abbas (Buntet) ini, di awal-awal “jalan” lebih banyak mengenyam pendidikan umum. Akan tetapi, setelah dekat dan nyantri (“sowan”) kepada para ulama, akhir- nya dia menemukan “karakter” dan “kelezatan” dalam jalan kezuhudan.

Pondok Kiai Munfasir ini lebih mirip dengan “pesantren thariqah” di mana yang diperbolehkan menginap menjadi santri haruslah memenuhi beberapa syarat tertentu terlebih dahulu. Di antaranya, (1) mereka harus puasa 11 hari yang buka dan sahurnya hanya dengan air putih, (2) mengambil makan dari kebun sendiri, (3) tidak makan dari sesuatu yang tidak diketahui kehalalannya, termasuk dalam hal ini adalah “produk- produk kapitalisme” semisal mie instan.

Semua kiai yang dituturkan di atas adalah ulama-ulama yang namanya harum dan menempati ruang khusus di hati masyarakat Banten.*http://ppal-itqon.blogspot.com/