Oleh:
Imaduddin Utsman
Nama lengkap beliau adalah Ahmad Bushtomi bin Ahmad Jasuta. Beliau adalah pendiri dan pengasuh pesantren salafiyah Al-hidayah Cisantri, Cipeucang, Pandeglang Banten.
Istiqomah dalam kesantrian dan keulamaan adalah kata yang bisa diungkapakan untuk menggambarkan kiayi yang kharismatik ini. Waktunya habis untuk mengajar para santri dan beribadah kepada Allah Swt. Santri dan masyarakat sekitarnya memanggilnya Buya Busthomi. Panggilan Buya adalah panggilan untuk kiayi yang telah melampaui derajat tertentu dalam ilmu dan makrifat.
Kezuhudan dan wara adalah prinsip hidup yang dipegangya erat-erat. Ketegasan dan keberanian adalah sifat yang menonjol dari Buya Bushtomi. Di samping memang ilmu kedikjayaannya telah banyak yang membuktikan.
Dihikayatkan ketika awal-awal Buya mendirikan pesantren banyak mendapatkan tantangan dari berbagai kelompok masyarakat. Bahkan ada yang bermaksud mengusir beliau. Puluhan orangpun telah mengepung rumah beliau dengan berbagai macam senjata tajam. Beliau bukan malah takut, beliau mencabut pohon yang cukup besar yang ada di sekitar rumahnya. Kelompok pengepung itupun gentar dan mengurungkan niyat jahat mereka.
Beberapa kali Buya berurusan dengan pihak kepolisian karena membela santrinya yang menghadapi masalah. Bahkan Buya pernah dipenjara karena hal tersebut. Dihikayatkan pada awal tahun sembilanpuluhan ada santrinya yang dipukuli kondektur sebuah mobil bus. Kemudian puluhan santri mencegat Bus itu sehingga terjadi perkelahian yang mengakibatkan seorang kondektur terluka akibat bacokan santri. Akhirnya pihak managemen bus itupun melaporkan santri Al-hidayah ke pihak kepolisian. Sebagai pengasuh pesantren Buya Bustomi bertanggung jawab atas apa yang dilakukan santri-santrinya itu. Buya pun ditahan di kantor kepolisian.
Ketika proses hokum itu berjalan, perusahaan bus itu mengalami kerugian besar. Banyak penumpang yang enggan menaiki bus itu karena takut kewalat kepada Buya Bustomi. Dan memang banyak bus dari perusahaan itu yang mengalami berbagai macam kecelakaan. Mungkin itu adzab tuhan bagi orang-orang yang sombong kepada para ulama.Wallahu a’lam bi al shawwab.
Pada era Suharto berkuasa, Buya Bushtomi berada di luar pagar Suharto. Beliau mendukung partai berlambang ka’bah sebaga di partai yang berazaz Islam. Selain sebagai kecintaannya kepada Islam, dukungannya ke P3 adalah sebagai lambang perlawanannya kepada Suharto.
Dihikayatkan, ketika masa kampanye P3 tiba, hari itu seluruh SPBU tidak ada bensin. Mungkin suatu kesengajaan agar kampanye P3 tidak semarak. Panitia pun bingung, padahal kemarin ketika kampanye Golkar, SPBU seluruhnya tidak kekurangan bensin. Akhirnya Buya Bushtomi, memerintahkan para peserta kampanye yang membawa kendaraan untuk mengambil air sawah untuk dijadikan bahan bakar. Awalnya banyak yang tidak yakin, namun akhirnya keyakinan kepada Allah melalui orang yang di cintai-Nya membuat para peserta menurut perintah Buya. dansubhanallah, hari itu seluruh kendaraan dapat berjalan sampai selesai kampanye hanya berbahan bakar air sawah yang di-jampi Buya Bushtomi. Wallahu a’lam.
Selain berani beliau juga adalah ulama yang sederhana, santun dan tawaddu. Penulis pernah bersilaturrahmi dengan beliau di rumahnya yang dari luar nampak cukup bagus tapi ketika sampai di dalam sungguh sangat sederhana. Hanya ada alas tak ada bangku mewah. Dan sebuah almari yang berisi kitab-kitab. Kesan galak yang selama ini penulis dengar, tidak nampak ketika berhadapan dengan beliau yang begitu santun menghadapi tamu-tamunya, termasuk penulis. Penulis juga nyantri kepada Buya pada bulan ramadlan untuk mengkaji kitab tafsirMarah labid atau yang lebih dikenal dengan tafsir munir karangan Syekh nawawi al-Bantani, ulama monumental asal Tanara Banten.
sumber: http://nahdlatululumcempaka.blogspot.com