Zikir pada dasarnya tidak terikat dengan ruang dan waktu. Kapan dan di manapun ia dapat dilakukan, bahkan dalam situasi dan kondisi bagaimanapun (QS. Al-Ahzab [33] : 41-42 dan QS. Ali Imran [3] : 190-191).
Hanya saja sebagai proses latihan memerlukan waktu khusus, misalnya pagi dan petang (buk-ratan wa ashilan/bil ghuduwwi wal aashal) atau malam hari.
Allah berfirman :
"Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyu') dan bacaan di waktu itu lebih berkesan" (QS. Al-Muzzammil [73] : 6). Waktu-waktu tersebut memiliki keutamaan masing-masing. Pagi adalah saat memulai beraktivitas. Dengan berzikir pagi hari diharapkan semua aktivitas dimulai untuk mencari keridhaan Allah Subhanahu wa ta'ala dan untuk meraih penghidupan yang halal dan thayyib.
Sedangkan sore tetap berzikir kepada-Nya agar apa yang telah diupayakan pada hari itu memperoleh keberkahan, sebagai wujud rasa syukur atas karunia yang telah diberikan-Nya.
Adapun malam hari adalah puncak nikmatnya berzikir, yakni terjalinnya hubungan mesra antara hamba dengan Rabbnya, saat umumnya manusia terlelap tidur dalam peraduannya.
Allah berfirman dalam Qur'an Surah Az-Zumar ayat 9 :
"(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah yang beribadah di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya ? Katakanlah : Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui ? Sesungguhnya orang-orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran". Dalam melakukan zikir diharapkan akan lahir kesadaran untuk senantiasa merasa bersama Allah (ma'iyyatullah). Yakni, lahirnya "kesadaran ruhani/kesadaran spiritual" bagi setiap diri orang yang berzikir.
Dampak dari pencapaian kesadaran ruhani ini, pada akhirnya akan tumbuh keyakinan bahwa gerak apapun yang terjadi di alam ini adalah atas kehendak Allah. Bahkan sekecil apapun gerakan itu terjadi tetap di bawah pengetahuan dan tontonan Allah subhanahu wa ta'ala.
Mari kita perhatikan firman Allah dalam Al-Qur'an berikut ini (artinya) :
Dan pada sisi Allah lah kunci-kunci semua yang ghaib. Tak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri. Dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daunpun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula).
Dan tiada sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauhul Mahfuzh)". (QS. Al-An'am [6] : 59)
Dalam firman Allah yang lain disebutkan :
"Tiada yang tersembunyi daripada-Nya seberat zarahpun (partikel terkecil) yang ada di langit dan yang ada di bumi. Dan tiada pula yang lebih kecil dari itu dan yang lebih besar, melainkan tersebut dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)". (QS. Saba' [34] : 3)
Kesadaran senantiasa bersama Allah (ma'iyyatullah) atau kesadaran ruhani (spiritual) itulah yang akan membimbing manusia untuk senantiasa melakukan aktivitas terbaik : amal yang cerdas dan produktif dengan landasan keikhlasan karena ridha Allah semata, sekaligus menutup pintu ruang maksiat.
Karena seremeh apapun gerak itu pasti tak luput dari sorotan "kamera Ilahi". Kesadaran inilah yang disebut dengan Ihsan. Semakin jelaslah, selama hamba ingat Allah (zikrullah) maka tiada mungkin ia melakukan maksiat.
Allah adalah Maha (pemberi) Nur (Cahaya). Untuk dapat menyerap Nur Allah tentulah dengan mendatangi tempat di mana Allah memancarkan nur itu.
Pancaran Nur itu akan didapatkan antara lain di Masjid dan di majelis-majelis zikir/majelis-majelis ilmu.
Masjid adalah tempat yang Allah perkenankan untuk berzikir.
Allah berfirman : "Bertasbihlah kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan petang". (QS. An-Nuur [24] : 36)
Dalam sebuah hadits riwayat Al-Baihaqi dari Abu Sa'id, Rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
"Allah 'azza wa jalla pada hari kiamat kelak akan berfirman : "Pada hari ini ahlul jami' akan mengetahui siapa orang ahlul karam (orang-orang yang mulia)". Ada yang bertanya, siapakah orang-orang yang mulia itu ?
Allah menjawab :"Mereka adalah ahli majelis-majelis zikir di masjid-masjid".
Masjid adalah tempat shalat. Adapun shalat adalah rangkaian gerakan dan ucapan yang sarat dengan zikir. Berarti hakikat shalat adalah zikir : "Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku (zikir kepada Allah)" (QS. Thaha [20] : 14).
Dalam sehari semalam yang terdiri dari minimal 17 rakaat, 34 sujud, dan 9 tahiyyat seorang muslim mengucapkan 237 kali asma Allah. Belum lagi dalam shalat-shalat nafilah atau shalat sunnah lainnya.Demikian pula dengan membaca Al-Qur'an.
Zikrullah melalui shalat yang dilaksanakan dengan baik dan benar akan memberikan kekuatan pada pelakunya untuk senantiasa sadar mengingat Allah. Tidak saja pada waktu dilaksanakannya shalat, tetapi di luar shalatpun Allah hadir dalam dirinya.
Allah tidak saja diingat dalam hamparan sajadah, di mesjid, di mushala, tetapi juga di kantor, di jalan dan di mana saja terasakan Allah bersamanya.
Itulah Maqam (tingkat) tempat bagi orang-orang yang muhsin (muhsinin).
Dengan kekuatan spiritual shalat yang intinya do'a dan zikir kepada Allah seperti ini, maka akan mampu menghancurkan sifat-sifat buruk dan tercela serta seluruh sifat-sifat negatif lainnya yang berada dalam diri kita.
Sifat tersebut seperti kikir, iri, dengki, tergesa-gesa, keluh-kesah dan putus asa. Pada saat yang sama, lahirlah sifat-sifat baik. Tumbuh motivasi untuk melakukan kebaikan dan perbaikan, baik dalam diri kita maupun dalam masyarakat sekitarnya.
Lahirnya kekuatan untuk mencegah kemungkaran, baik kemungkaran yang dilakukan sendiri maupun kemungkaran yang dilakukan secara kolektif oleh masyarakat dimana kita hidup.
Masalah ini dengan sangat jelas telah dinyatakan Allah Subhanahu wa ta'ala dalam Al-Qur'an Surah Al-Ma'arij Ayat 19-22 (artinya) :
"Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir, kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat" Dan dalam Surah Al-Ankabut Ayat 45 disebutkan pula :
"....dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar"
Jadi zikrullah secara umum dapat dilaksanakan dimana saja, tetapi yang terbaik ialah di rumah-rumah yang Allah perkenankan untuk dimuliakan, disebut-sebut nama-Nya di dalamnya, yaitu masjid.
Akhirnya tentu tidak mustahil, kalau kemudian orang yang senantiasa berzikir, berkeyakinan bahwa bumi Allah yang terhampar luas ini adalah masjid baginya.
Kantornya mushala, meja kerjanya sajadah dan mengfungsikan setiap tatapan mata penuh rahmat. Pikiran senantiasa khusnuzhan, tarikan napas tasbih, gerak hati sebagai do'a, bicara bernilai dakwah, diam full zikir, gerak tangan berbuah sedekah, langkah kaki jihad fi sabilillah, kekuatannya silaturrahim, kerinduannya syari'ah Allah... dan kesibukannya senantiasa asyik memperbaiki diri dan tidak tertarik untuk mencari kekurangan apalagi aib orang lain.
Jemputan Artikel : http://putrabungsu.pun.bz/meraih-maqam-kesadaran-ruhani-spiritual.xhtml