Suasana dalam Masjid Zitouna, Tunis, pertengahan 2013
Pemerintahan Islam di Tunisia mengajukan RUU Masjid ke parlemen, dengan poin utama mendorong masjid berperan lebih luas dalam kehidupan umat. Tak hanya sebagai tempat ibadah yang buka saat jam shalat saja, masjid juga bisa berperan dalam bidang pendidikan keagamaan, sosial kemasyarakatan dan pemberdayaan ekonomi umat.
Detailnya, masjid dapat menyelenggarakan pengajian-pengajian umum, mendirikan lembaga zakat, perpustakaan, unit usaha dan pos kesehatan. Akad nikah pun boleh digelar di masjid – sebagaimana banyak terjadi di Indonesia tercinta.
Tetapi kaum sekuler menentang keras RUU itu. Kata mereka, RUU ini disusupi kepentingan kaum Salafi Wahabi, sehingga jika RUU ini gol, gerakan Islam radikal akan semakin subur di Tunis. Kata sebagian yang lain, ini adalah bentuk kemunduran peradaban. Lainnya lagi menuding, masjid akan mengambil alih sejumlah peran yang selama ini menjadi kewenangan Kementerian Pendidikan, Kementerian Sosial, Kementerian Kesehatan dan Kementerian Agama. Bahasa mereka, RUU ini akan memunculkan istilah Negara dalam Negara (daulah dakhila daulah) !
***
Sebelum tahun 2011, Masjid di Tunisia adalah bangunan yang benar-benar ‘diam’. Masjid hanya dibuka setengah jam sebelum adzan dan setengah jam setelahnya. Masjid hanya buka agak lama pada bulan suci Ramadhan. Tak ada aktifitas selain shalat lima waktu. Kecuali Masjid besar seperti Masjid Zitouna di kota Tunis dan Masjid Uqbah di kota Kairouan, yang memiliki beberapa kegiatan pengajian.
Waktu itu, pemerintah masih menerapkan program penyatuan adzan (tauhid al adzan). Artinya, adzan shalat lima waktu dari seluruh masjid harus dilakukan secara serentak dan pake kaset ! Bukan lantunan para muadzin dengan beragam suara emasnya.
Aku ingat, kala itu 11 Nopember 2005, hari pertama aku di Tunis. Aku kaget mendengar adzan maghrib dari masjid sebelah rumah, kok sama persis dengan adzan TV Nasional yang sedang kuntonton?! Wah, berarti muadzin TV ini tinggal di kampung sini. Keren juga tetanggaku yang satu ini ! Begitu dugaanku. Seorang teman tertawa lebar, seraya menjelaskan bahwa di Tunis ada kebijakan penyatuan adzan. Marbot masuk masjid bukan untuk adzan, tetapi untuk memutar kaset adzan. Aku berseloroh, wah kalo gitu, nanti yang masuk surga hanya kasetnya dong?! Hehe…
***
Tahun 2011, revolusi bergulir. Tepatnya 14 Januari 2011, pemerintahan sekuler yang diktator runtuh, kemudian digantikan oleh pemerintahan Islam hingga hari ini.
Sejumlah upaya “Islamisasi” dilakukan oleh pemerintah, terutama melalui Kementerian Agama. Secara sistematis, nilai-nilai keislaman kembali dihadirkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Lembaga-lembaga pendidikan keagamaan diaktifkan lagi, tradisi-tradisi dan identitas keislaman dihidupkan. Kaum Muslimah kembali mendapat kebebasan memakai jilbab.
Tak terkecuali soal Masjid ini. Pemerintah ingin agar Masjid dapat berperan besar dalam kehidupan umat. Masjid bukan hanya sebagai tempat shalat, tetapi juga berkiprah dalam upaya pemberdayaan umat, sebagaimana kusebut di atas.
Sejarah juga menunjukkan, bahwa Rasulullah saw beserta para sahabatnya menjadikan Masjid sebagai sentral kegiatan umat. Masjid adalah tempat belajar sekaligus tempat bermusyawarah. Bahkan beliau saw pernah memusyawarahkan strategi perang di dalam Masjid.
Generasi-generasi berikutnya juga demikian. Masjid selalu langsung dibangun di kawasan yang baru ditaklukkan oleh pasukan Islam. Dan dari situlah, penyebaran Islam dan pemberdayaan umat dirancang dan diorganisir.
Singkat kata, perjalanan dan kegemilangan peradaban Islam sepanjang sejarah, selalu bermula dari Masjid.
***
Adalah Fadil ben Asyur, Sekjen Naqabah Wathaniyah li al Aimmah (Organisasi Para Imam Masjid), salah seorang yang menentang keras RUU di atas. Melalui sejumlah media cetak yang terbit hari Rabu (11/12/13) kemaren, ia menyebut RUU itu berbahaya bagi kemaslahatan umum dan mengancam eksistensi negara madani (yudhirru bil al mashlahah al ‘ammah wa yuhaddidu madaniyyatad daulah). Lebih jauh, Fadil mencurigai bahwa RUU ini disusupi kepentingan asing yang hendak menyuburkan faham Islam Radikal di Tunis, melalui kegiatan-kegiatan berkedok Masjid.
Weleh-weleh, pikirku. Kok bisa ya, pimpinan pusat organisasi imam Masjid berfikir seperti ini? Bukankah seharusnya ia gembira, karena jika RUU ini lolos menjadi UU, maka nanti ia selaku imam masjid akan memiliki ladang pahala yang berlimpah? Pahala “dunia” dan pahala akherat tentunya.
Kulsum Kano, seorang hakim perempuan, berkomentar lain lagi. Sebagaimana dikutip Koran as Shourouq, ia mengatakan bahwa RUU Masjid ini akan membuka peluang maraknya akad nikah sirri di dalam masjid, hehe..
***
Ya inilah gambaran sederhana, betapa pola pikir ala sekulerisme masih mengakar kuat pada benak sebagian besar umat Islam di negeri berpenduduk 99 persen Muslim ini. Imbas dari gerakan sekulerisasi selama 30 tahun pemerintahan Presiden Habib Borguiba (1957-1987) yang dilanjutkan pada masa Presiden Ben Ali (1987-2011).
Dalam konsep sekuler, agama adalah urusan individu dengan Tuhan, tidak usah dibawa-bawa ke ruang publik. Agama tak perlu ikut campur mengurusi kewenangan-kewenangan lembaga politik. Dalam konteks RUU ini, Masjid biarkan saja hanya menjadi tempat shalat, tak perlu ikut-ikutan menyelenggarakan kegiatan pendidikan atau mendirikan pos kesehatan. Apalagi mau dijadikan lokasi akad nikah segala. Nanti tak ada lagi yang akad di kelurahan dong…Demikian kira-kira opini mereka, Wallahu A’lam. Salam Manis dari Tunis
Tunis al Khadra, 12 Desember 2013
Catatan Tambahan : Beberapa inti pasal dari RUU Masjid 2013
Pasal (7) : Setiap kawasan pemukiman yang baru dibangun, harus menyediakan lahan secukupnya untuk pembangunan Masjid
Pasal (18) : Masjid memiliki peran pemberdayaan umat, terutama dalam bidang keagamaan/spiritualitas, pendidikan, kebudayaan dan sosial-kemasyarakatan.
Pasal (22) : Masjid berperan dalam upaya amar makruf nahyi munkar, melalui penyelenggaran pengajian-pengajian keagamaan
Pasal (23) : Masjid dapat berperan dalam bidang sosial kemasyarakatan, seperti mengorganisir penyelenggaran akad nikah dan khitanan masal, atas koordinasi dengan pihak terkait. Masjid juga dapat mengorganisir pemberian santunan bagi fakir miskin, anak yatim dan ibnu sabil, serta menyelenggarakan kegiatan khusus untuk kaum Muslimah.