"Menatap Tunisia" dari ketinggian
Demi amanah revolusi dan kemaslahatan umat, Harakah Nahda – partai penguasa di Tunisia - ‘rela’ mengikuti kemauan kaum oposisi : mengikuti dialog nasional (hiwar wathani), lalu menyerahkan kursi kepala pemerintahan (Perdana Menteri) ke pihak independen.
Dialog nasional yang diikuti 18 orang tokoh nasional dari berbagai latar belakang itu pun berlangsung alot dan penuh liku : berkali-kali mengalami skorsing dan dialog buntu. Pekan ini, atau setelah hampir dua bulan berjalan – dimulai 25 Oktober 2013 - hiwar wathani itu berakhir. Mahdi Jumah, seorang insinyur IT berusia 51 tahun, terpilih sebagai Perdana Menteri, yang akan mengendalikan roda pemerintahan dengan kabinet ‘teknokrat nasional independen’.
***
Seharusnya, pemerintahan Islam di Tunis hasil Pemilu bulan Oktober 2011 itu dibiarkan bekerja hingga terselenggaranya Pemilu pada akhir 2013 atau awal 2014, sebagaimana amanah revolusi. Tetapi, hasrat politik kaum oposisi sekuler yang sering tidak rasional, tak bisa ditawar.
Untungnya, Harakah Nahda – partai kembaran Ikhwanul Muslimin – yang sedang duduk di tampuk kekuasaan, selalu mau mengalah. Partai yang dipimpin Syekh Rashid Gannusyi ini nampak tidak suka ngotot-ngototan. Mereka rela dua Perdana Menterinya lengser dalam dua tahun ini. Apakah mereka terinspirasi ucapan almarhum Gus Dur, “Di dunia ini tidak ada jabatan yang harus dipertahankan mati-matian”?! Hehe, Wallahu A’lam.
April 2013, Perdana Menteri Hammadi Jebali ‘dipaksa’ lengser, menyusul terjadinya konflik antarelit sebagai imbas terbunuhnya Syukri Bel’eid, seorang tokoh oposisi sekuler. Ali al Aridhi – juga dari Nahda - duduk menggantikan Jebali di kursi Perdana Menteri.
Desember 2013 ini, Aridhi pun bersiap lengser. Tepatnya Rabu 25 Desember 2013 pekan depan, ia akan menyerahkan kursi yang didudukinya kepada Mahdi Jumah. Kabinet Aridhi pun akan bubar, dan diganti dengan kabinet ‘teknokrat nasional independen’. Di kabinet ini, tak boleh ada satu pun menteri yang berasal dari unsur partai politik, dan tak boleh ada satu pun yang berhasrat untuk ‘nyalon’ pada Pemilu berikut. Begitu permintaan kaum oposisi yang lagi-lagi diamini oleh Nahda.
Intinya, pemerintahan yang dihasilkan dari hiwar wathani ini, harus benar-benar steril dari kepentingan politik manapun.
***
Mahdi Jumah terpilih setelah mengantongi 9 suara, dari 18 peserta pemilik hak suara di forum dialog nasional. Dua suara memilih Jalul Iyad, sedangkan 7 lainnya memilih abstain.
Mahdi adalah seorang insinyur IT, lahir di Mahdia, kota pesisir di selatan Tunisia, 51 tahun silam. Pada kabinet Aridhi, ia menjabat sebagai Menteri Perindustrian (Wazir as Shina’ah).
Nama Mahdi Jumah mulanya tidak begitu dikenal luas. Selama menjadi menteri di kabinet Nahdha, ia tidak ikut-ikutan bicara politik. Ia lebih fokus ke bidang kerjanya. Ia tokoh yang netral, meski publik tahu bahwa ia terpilih sebagai Perdana Menteri atas dukungan dan lobi Nahda.
Karena ia sebelumnya tidak berpengalaman di bidang politik, banyak pihak yang menyangsikan kemampuannya, terutama dalam menyelesaikan krisis politik, persoalan kemananan negara serta persoalan gerakan Islam radikal.
Akan tetapi sejumlah media menyebutkan, Mahdi adalah ‘pahlawan’ bagi kemulusan agenda revolusi Tunisia. Tugas utama Mahdi adalah menyiapkan Pemilu pada tahun 2014.
***
Nahda adalah partai Islam yang moderat, fleksibel dan tidak suka ngotot-ngotot, sebagaimana aku sebut di atas. Ia tidak otoriter, tetapi senantiasa membuka ruang untuk dialog. Bahkan jika pertimbangan kemaslahatan umat memaksa kursi empuk itu harus dilepas, mereka tidak segan melepasnya. Seperti yang terjadi pada dua Perdana Menterinya tadi.
Nahda juga pandai bermain cantik dalam politik. Mereka bisa menusuk tanpa melukai, memukul tanpa menyakiti. Buktinya ya terpilihnya Mahdi Jumah ini, yang jelas-jelas hasil dukungan dan lobi Nahda.
Mungkin ini salah satu rahasia mengapa perjalanan transisi Tunisia dari revolusi menuju demokrasi yang diidamkan, sejauh ini masih tetap mulus. Di tengah rongrongan oposisi, intervensi asing, dan krisis internal yang multideminsi, pemerintah tetap dapat bekerja. Pembangunan terus berjalan, rakyat tetap bisa menikmati kehidupan.
Ideology dan garis perjuangan Nahda dalam berpolitik, sangat terlihat dalam sejumlah buku karya Syekh Rashid Ganushi, pemimpin Harakah Nahda, yang juga seorang ulama kharismatik. Di antara karya-karya Gannusyi yang terbit tahun 2012-2013 ini adalah : (1)Min Tajribah al Harakah al Islamiyah fi Tunis, (2) al Huriyah al Ammah fid Daulah al Islamiyah, (3) Muqarabat fi Almaniyah wal Mujtama al Madani, (4) al Wasatiyah inda Yusuf Qardawi, dan (5) al Harakah al Islamiyah wa Masalat Tagyir.
Sebagai mahasiswa asing yang sedang menimba ilmu di negeri kecil ini, aku berharap pemerintahan independen yang dikomandani oleh Mahdi Jumah ini bisa mulus membawa Tunisia ke era demokrasi yang diidamkan. Semoga iklim politik tetap stabil, agar aku dan 50an mahasiswa Indonesia di Tunis saat ini, tetap tenang belajar, tetap asyik mengaji, dan tentunya, tetap bisa menyajikan paket Surat dari Tunis secara rutin ke hadapan para pembaca sekalian yang terhormat. Salam Manis dari Tunis.
Tunis al Khadra, 20 Desember 2013