Recents in Beach

header ads

Biarlah Jokowi Bertemu Gusdur

Maaf, sekali lagi saya mohon maaf, saya tidak mengenal jokowi secara pribadi, apalagi beliau kepada saya, belum pernah terjadi antara kami berdua omong-omong, cangkruk berdua di warung lesehan, sambil minum kopi jahe di iringi lagu dangdut Julia Peres “Aku Ra Popo”, saya tidak mau mengenal jokowi lebih jauh, saya takut, biarlah, tuhan yang maha adil memperkenalkan saya dengan jokowi hanya sebatas layar kaca di televise, biarlah saya mengenal beliau atas kejujurannya, kebaikannya, keikhlasannya membantu masyarakat, sehingga yang ada dalam hati saya hanya kepercayaan kepada beliau, jokowi bagi nalar saya hanyalah manusia biasa, sarapan pagi dengan oreg dan tempe goreng, sebagaimana Gus dur dan Soekarno. Kalau terlalu lama saya mengenal kehidupan jokowi, saya takut timbul rasa cinta, dimana efek cinta itu sendiri bila sampai puncaknya selalu berubah menjadi benci. Biarlah saya mengenal jokowi lewat televisi, saya tidak mau menilai kinerja jokowi saat ia masih benar-benar bekerja sebagai presiden Indonesia. Terlalu pagi rasanya, memuji, menilai, memuja, mencaci maki, mendemo, melompat-lompat, berjingkrak-jingkrak ria diatas penderitaan sesama saudara, seagama, sebangsa, setanah air, setanah lahir, karna fanatisme buta terhadap tokoh satu ini. Saya hanya akan menilai jokowi ketika ia sudah mundur dari jabatannya, dari sana, ketika sudah lima tahun itu barulah saya mau mencaci maki atau memuji bahkan memuja kredibilitasnya sebagai mestinya. Saya takut, sungguh, saya masih trauma dengan kejadian dua tahun lalu, dimana saya terlalu banyak bicara, kemudian keceplosan, atas riwayat dan persoalan si penghianat bangsa, Andi Malarangeng, sosoknya sebagai pemuda berkharisma, cerdas dan baik hati, kinerjanya begitu sempurna dimata saya, lalu saya memuji-mujinya di hadapan kawan saya, di hadapan keluarga saya, tapi kenyataannya, setelah dia benar-benar terlibat korupsi yang membuat perut saya mual, saya kemudian benar-benar kecewa dan menanggung rasa malu kepada sesama saudara, seagama, sebangsa, setanah air.. Saya tidak mau Jokowi seperti Andi Malarangeng, atau seperti Gusdur, di mana saat itu, di pandeglang, di kampung halaman kami, rombongan santri dan kiai, pejabat dan petani, semua bersama-sama ikut dalam Partai Persatuan Pembangunan, hanya ada satu bendera aneh berlogo PKB, orang-orang menertawakannya, menghardik Gus dur, melecehkannya, dengan singkatan kata dari PKB itu sendiri, Partai Kiai Buta, teman saya, kawan dan saudara saya tertawa terpingkal-pingkal di hadapan pendukung PKB, lalu terjadilah peristiwa mengagetkan itu, dimana Gus Dur menjadi presiden, dan kami lah yang akhirnya ditertawakan oleh mereka para pecinta PKB itu, saat Gus Dur sering keluar negri, kami menyebutnya dengan presiden kegagalan, gagal membina masyarakat dan kerjaannya yang tak becus mengurus Negara, setiap minggu hanya melancong jalan-jalan menghabiskan uang rakyat, tapi sejarah kembali membuktikan, dimana saya pribadi harus menanggung rasa malu yang tiada kepalang, atas praduga dan su’udzon saya terhadap beliau, ternyata itu bukanlah jalan-jalan biasa, seperti wisatanya para DPR sekarang, mengatasnamakan “studi banding” yang membuat muntah senusantara, dan ternyata itu hanyalah fragmen kecil, kabut asap hitam yang menutupi pandangan mata, Gus Dur ternyata tidak jalan jalan, itu hanyalah bagian politik, tugas Gus dur dalam menciptakan perdamaian di bumi pertiwi agar kita masih dalam satu NKRI. “saya jalan-jalan keluar negri untuk apa, tidak ada yang bisa saya lihat, semuanya gelap” ujar Gus Dur sambil di selingi guyonan nya yang merakyat itu. Sekali lagi, saya tidak mau mengenal jokowi, tidak mau menilai terlalu dini, saya takut, takut sekali, jika dikemudian hari rasa kagum yang saya miliki kepada beliau berubah menjadi rasa benci akibat menanggung malu kepada saudara setanah lahir. Sebab itu pula, saya selalu alergi terhadap politik, karna politik itu sendiri adalah penipuan, benar-benar menipu akal dan mata saya, seperti Andi Malarangeng yang telah menipu saya dengan kebaikan dan kecerdasannya, menjanjikan pembangunan persepakbolaan di Indonesia setara Brazil dan Italia, ujung-ujungnya malah membuatnya berakhir di penjara. Biarlah Jokowi bertemu nasib dengan Gus dur, bertemu kudrot irodat nya dengan Gus dur, biarlah saya membenci jokowi sekedarnya, mengaguminya ala kadarnya, sambil menundukan muka di atas sajadah yang maha kuasa, apalah arti kami rakyat kecil, hanya segenggam debu yang tak bisa berbuat apa-apa, saya, anda, kami, mudah-mudahan rakyat se nusantara, sama-sama ikut berdoa, sambil melihat perubahan Indonesia ke arah yang lebih baik, berubah menjadi mahamakmur, mahasejahtera di tangan pak Jokowi, untuk kemudian membuat saya menjadi manusia paling terdepan mengagumi dan mencintai sosok Jokowi di ujung kepemimpinannya. #Salam ta’dzimku kepadamu Gus dur..

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/asepbahtiar/biarlah-jokowi-bertemu-gusdur_5683706485afbd030900f459