Abuya Abdul Halim Kadupeusing Pandeglang Banten, maha guru dan tokoh terkemuka, ulama linuhung ilmu dan amaliah. Beliau amat sederhana hidup dalam kesahajaan sehari-hari, walau sebagai bupati pada waktu itu dengan gaji 3 talen, ukuran sekarang 3jt satu bulan, tp itu tidak di gunakan untuk kepentingan pribadi bahkan sanak saudaranya mendapatkan nafkah dari beliau hasil dari tanam padi.
Maka seorang muridnya yaitu Abuya Muhammad Dimyathi berkata:
"la a'lama wa awro'a illa Abuya Abdulhalim"
tacan manggih kiyaina nu leuwih ulung elmu jeung wara'ina ukur Ki Abdulhalim.
.
Pada waktu itu, beliau menjabat sebagai bupati Pandeglang, wilayah keresidenan Banten yang di pimpin oleh Residen Banten, KH. Ahmad Khatib. Walau menjadi pejabat, urusan umat tak di tinggalkan, malah beliau bawa sendiri pengajian-pengajian masyarakat ke pendopo kabupaten, dan sebagai kelanjutannya, para pegawai banyak yang mengikuti pengajian itu, sebagai keharusan yang dibutuhkan oleh diri mereka masing-masing.
Pada saat menjabat bupati, sebagai lurah di masing2 tempat di tunjuk beliau dari kalangan santri dan kiayi, seperti KH. Asnadi bin H. Jasrip Kadujurig (Kadueulis, Baturanjang, Cipeucang), kiayi Abdulmanan Garobog, dlsb. yang kesemuanya tak luput dari pengawasan seorang bupati nan karismatik ini.
Sebagai pengayom umat dan masyarakat, beliau amat sopan santun dalam ketawaduan, tak membedakan si kaya dan miskin, bangsawan dan jelata, semua itu atas ketinggian ilmu dan keperibadian akhlak mulya yang dimiliki. Di samping guru thoriqoh, husus al qodiriyah beliau dapatkan dari Syekh Muqri bin Suqiya Karabohong Jaha, Labuan, sebagai salah satu penyebar at thoriqotul qodiriyah di Banten langsung dari Syekh Abdulkarim Tanara.
Bahkan dalam keadaan genting kala itu, banyak gerombolan penculik para kiayi yang terjadi akibat dari kegoncangan perpolitikan dalam negri, tiap malam lingkungan pendopo selalu di jaga, tak kecuali Ahmad Dimyati kala itu umur 17an, hampir tiap malam ronda menjaga guru dan pimpinan umat ini, seumuran itu, Dimyati telah mendapatkan pengamalan thoriqoh qodiriyah yang bersanad pada Abuya Abdulhalim ini.
Secara garis keturunan, Tubagus Abdulhalim, Abuya Abdul Halim nama lainnya, bin Tubagus Muhammad Amin bin Tubagus Mamin bin Tubagus Qosim bin Tubagus Hasyim bin Tubagus Raden Agung Surya bin Tubagus Lanang bin Sultan Abdul Fatah Tirtayasa (yang di makamkan di sebelah utara Masjid Agung Banten, bersama nenek moyang diantaranya: Panembahan Sabakinkin, Syekh Maulana Hasanuddin nama lainnya, Sultan Haji Sultan Abul Fadhl dan permaisuri dan lain-lainnya).
Abuya memiliki putera-puteri, diantaranya:
Nyai Sofiah yang bersuami dengan KH. As'ad As'aduddin bin KH. Ya'qub Cikadueun, berputera:
Nyai Bai
KH. Zabidi beristri Hj. Fatum bt. Abuya Armin Cibuntu.
KH. Tobari
Hj. Hannah
Maka seorang muridnya yaitu Abuya Muhammad Dimyathi berkata:
"la a'lama wa awro'a illa Abuya Abdulhalim"
tacan manggih kiyaina nu leuwih ulung elmu jeung wara'ina ukur Ki Abdulhalim.
.
Pada waktu itu, beliau menjabat sebagai bupati Pandeglang, wilayah keresidenan Banten yang di pimpin oleh Residen Banten, KH. Ahmad Khatib. Walau menjadi pejabat, urusan umat tak di tinggalkan, malah beliau bawa sendiri pengajian-pengajian masyarakat ke pendopo kabupaten, dan sebagai kelanjutannya, para pegawai banyak yang mengikuti pengajian itu, sebagai keharusan yang dibutuhkan oleh diri mereka masing-masing.
Pada saat menjabat bupati, sebagai lurah di masing2 tempat di tunjuk beliau dari kalangan santri dan kiayi, seperti KH. Asnadi bin H. Jasrip Kadujurig (Kadueulis, Baturanjang, Cipeucang), kiayi Abdulmanan Garobog, dlsb. yang kesemuanya tak luput dari pengawasan seorang bupati nan karismatik ini.
Sebagai pengayom umat dan masyarakat, beliau amat sopan santun dalam ketawaduan, tak membedakan si kaya dan miskin, bangsawan dan jelata, semua itu atas ketinggian ilmu dan keperibadian akhlak mulya yang dimiliki. Di samping guru thoriqoh, husus al qodiriyah beliau dapatkan dari Syekh Muqri bin Suqiya Karabohong Jaha, Labuan, sebagai salah satu penyebar at thoriqotul qodiriyah di Banten langsung dari Syekh Abdulkarim Tanara.
Bahkan dalam keadaan genting kala itu, banyak gerombolan penculik para kiayi yang terjadi akibat dari kegoncangan perpolitikan dalam negri, tiap malam lingkungan pendopo selalu di jaga, tak kecuali Ahmad Dimyati kala itu umur 17an, hampir tiap malam ronda menjaga guru dan pimpinan umat ini, seumuran itu, Dimyati telah mendapatkan pengamalan thoriqoh qodiriyah yang bersanad pada Abuya Abdulhalim ini.
Secara garis keturunan, Tubagus Abdulhalim, Abuya Abdul Halim nama lainnya, bin Tubagus Muhammad Amin bin Tubagus Mamin bin Tubagus Qosim bin Tubagus Hasyim bin Tubagus Raden Agung Surya bin Tubagus Lanang bin Sultan Abdul Fatah Tirtayasa (yang di makamkan di sebelah utara Masjid Agung Banten, bersama nenek moyang diantaranya: Panembahan Sabakinkin, Syekh Maulana Hasanuddin nama lainnya, Sultan Haji Sultan Abul Fadhl dan permaisuri dan lain-lainnya).
Abuya memiliki putera-puteri, diantaranya:
Nyai Sofiah yang bersuami dengan KH. As'ad As'aduddin bin KH. Ya'qub Cikadueun, berputera:
Nyai Bai
KH. Zabidi beristri Hj. Fatum bt. Abuya Armin Cibuntu.
KH. Tobari
Hj. Hannah