- Lambang daerah berbentuk perisai dengan warna hijau.
- Motto “BHAKTI KARYA ADHI KERTARAHARJA”, ARTINYA ADALAH SEMANGAT PENGABDIAN DALAM BENTUK Karya Pembangunan untuk kebesaran negeri dan kemakmuran serta kesejahteraan wilayah.
- Didalam lambang tersebut terdapat lukisan-lukisan yang merupakan unsur-unsur sebagai berikut:
- Bintang :
- Roda Mesin :
- Landasan Pacu (Run Way) :
- Riak Air :
- Gerigi Roda Besi, Padi dan Kapas :
- Jumlah Gelombang, Riak Air, Dua buah lingkaran dalam roda mesin, tanda batas landasan dan lampu landasan :
- Arti warna dalam lambang daerah adalah:
SEJARAH TERBENTUKNYA KOTA TANGERANG
Daerah muara sungai Cisadane yang sekarang diberi nama Teluk Naga disebutkan dalam kitab sejarah Sunda yang berjudul “Tina Layang Parahyang“ (Catatan dari Parahyangan). Kitab tersebut memuat cerita tentang kedatangan orang Tionghoa untuk pertama kali ke Tangerang pada tahun 1407. Pada waktu itu pusat pemerintahan berada di sekitar pusat Kota Tangerang saat ini. Kepala pemerintahan saat itu adalah Sanghyang Anggalarang selaku wakil dari Sanghyang Banyak Citra dari Kerajaan Parahyangan. Rombongan orang Tionghoa tersebut kemudian diberi sebidang tanah di pantai Utara Jawa, sebelah Timur Sungai Cisadane, yang sekarang disebut Kampung Teluk Naga.
Gelombang kedua kedatangan orang Tionghoa ke Tangerang diperkirakan terjadi setelah peristiwa pembantaian orang Tionghoa di Batavia tahun 1740. VOC yang berhasil memadamkan pemberontakan tersebut mengirimkan orang-orang Tionghoa ke daerah Tangerang untuk bertani. Belanda mendirikan pemukiman bagi orang Tionghoa berupa pondok-pondok yang sampai sekarang masih dikenal dengan nama Pondok Cabe, Pondok Jagung, Pondok Aren, dan sebagainya. Di sekitar Tegal Pasir (Kali Pasir) Belanda mendirikan perkampungan Tionghoa yang dikenal dengan nama Petak Sembilan. Perkampungan ini kemudian berkembang menjadi pusat perdagangan dan telah menjadi bagian dari Kota Tangerang. Daerah ini terletak di sebelah Timur Sungai Cisadane, daerah Pasar Lama sekarang.
Kota Tangerang yang memiliki luas wilayah 17.729,794 hektar dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1993 tentang Pembentukan Kota Tangerang. Sebelumnya Kota Tangerang merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Tangerang dengan status wilayah Kota Administratif Tangerang berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 1981.
KEADAAN PENDUDUK
Secara administratif, luas Kota Tangerang sekitar 18.378 Ha (termasuk Kawasan Bandara International Soekarno Hatta 1.969 Ha), merupakan wilayah dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 30 m dpl. Terbagi menjadi 13 Kecamatan, 104 Kelurahan yang terdiri dari 931 RW dan 4.587 RT. Jumlah penduduk berdasarkan sensus BPS Provinsi Banten tahun 2010 sebanyak 1.798.601 Jiwa dengan pertumbuhan 1,81 %. Sebelah Utara, Selatan dan Barat Kota Tangerang berbatasan dengan Kabupaten Tangerang dan di wilayah timur berbatasan dengan DKI Jakarta.
SOSIAL BUDAYA
Kota Tangerang sebagai kota heterogen dimana keragaman agama dan budaya hadir ditengah-tengah masyarakat kota Tangerang. Dengan adanya perbedaan ini diharapkan dapat menjadi kekuatan untuk mewujudkan masyarakat Kota Tangerang yang bersatu dibawah bingkai akhlakul karimah.
Masyarakat Kota Tangerang secara umum bersuku betawi meskipun ada juga sunda dan cina benteng. Keberadaan masyarakat China di Tangerang dan Batavia sudah ada setidak-tidaknya sejak 1407 NI. Dimulai sejak mendaratnya rombongan pertama dari dataran Cina yang dipimpin Tjen Tjie Lung alias Halung di muara Sungai Cisadane, yang sekarang berubah nama menjadi Teluk Naga. Sejak diakuinya etnis tiong hoa, kebudayaan masyarakat cina benteng Barong Sai menjadi kebudayaan masyarakat Kota Tangerang. Selain itu, budaya pagelaran pada festival cisadane juga sebagai bagian dari kultur yang tak terpisahkan dengan masyarakat Kota Tangerang.
POTENSI PARIWISATA
Keragaman potensi pariwisata di Kota Tangerang bermacam-macam jenisnya, diantaranya wisata kuliner, wisata budaya, wisata alam dan lain-lain. Kota Tangerang terkenal dengan wisata budaya betawi Barong Sai, yang selalu menjadi pertunjukan warga pada moment-moment khusus. Selain itu, wisata alam terlihat di kawasan Cipondoh, yaitu situ cipondoh yang ramai dikunjungi oleh masyarakat Kota Tangerang maupun di luar Kota Tangerang.
Kala hari libur, potensi wisata yang juga ramai dikunjungi adalah tempat rekreasi olahraga taman golf. Kota Tangerang memiliki banyak tempat wisata olahraga, seperti modern golf, tirta golf, dan lain-lain.
Wisata religi juga ditemukan pada kemegahan Masjid Al’Adzhom Dibangun di atas tanah seluas 2,25 hektar dengan luas bangunan 5.775 m2 terdiri dari lantai bawah 4.845,08 m2 dan lantai atas 909,92 m2 berkapasitas 15.000 jamaah, dirancang oleh Ir. Slamet Wirasonjaya menelan biaya sebesar Rp. 28,3 Milyar. Masjid ini dapat berfungsi sebagai tempat Sholat Wajib, Sholat Sunah, Sholat Jum’at dan Sholat Ied juga sebagai pusat penyiaran pengkajian dan informasi Agama Islam dengan majelis ta’lim dan kegiatan kuliah subuh serta pusat kegiatan sosial umat Islam. Selain masjid Al Adzhom juga terdapat Masjid Kalipasir Dibangun oleh Tumenggung Pamitwidjaya dari Kuripan (11 Agustus) Tahun 1904 : Diurus dan diperbaiki serta dibangun menara oleh RD Jasin Judanegara Putra dari Nyi. RD. Djamrut keturunan dari Tumenggung Pamitwidjaya dari Kuripan. Tahun 1918 : Diubah bagian dalamnya oleh RD. Jasin Judanegara, M. Muhibi. H. Abdul Kadir Banjar dan Masjid merupakan Masjid tertua di Kota Tangerang.
Kemudian, Masjid Pintu Seribu “Nurul Yaqin”, terletak di Kampung Bayur, Kelurahan Periuk Jaya, Kecamatan Periuk, Kota Tangerang. Merupakan Masjid yang mempunyai keunikan tersendiri, yaitu dengan memiliki seribu pintu.
Bendungan Pintu Air Sepuluh juga tempat wisata di Kota Tangerang. Bendungan ini dibangun tahun 1928 dan mulai dioperasikan tahun 1932 di masa penjajahan Belanda. Bendungan tersebut mampu mengairi kurang lebih 1.500 Ha sawah yang berada di daerah Kota dan Kabupaten Tangerang. Bendungan ini lebih dikenal dengan sebutan “Bendungan Pintu Air Sepuluh ” atau “Sangego”.
(sumber: Humas Pemkot Tangerang)
Website: www.tangerangkota.go.id