Recents in Beach

header ads

Melangitkan Integrasi Kemanusiaan

Sebagai agama rahmatan lil-alamin, Islam senantiasa mengajarkan hidup toleran satu sama lain.  Sebagaimana tercermin hidup damai yang di ajarkan Rasul pada umatnya. Terlebih masa-masa kehidupan Nabi yang selalu menjaga keharmonisan antar suku-suku bangsa Arab, menjadikan risalah yang dibawanya dengan senantiasa dan begitu mudah diterima orang-orang Arab yang terkenal akan wataknya yang sangat keras. Hal ini tak lain karena model pendekatan yang di lakukan oleh beliau, selalu berpegang pada ajaran-ajaran Islam.

Namun yang terjadi belakangan, kejayaan Islam pada zaman Rasulullah seakan tinggal catatan sejarah, dan kisah-kisah tentang Nabi dan kemajuan Islam-pun tersimpan rapi di perpustakaan, hanya sebagai manuskrip kuno yang tak lagi diminati.

Mungkin itulah gambaran sekilas Islam zaman sekarang, semua yang menyangkut tentangnya dianggap membahayakan dan meresahkan. Semua memandangnya hanya sebelah mata tanpa memahami esensi ajaran Islam yang sesungguhnya.

Pengebirian terhadap Islam terjadi bukan tanpa alasan, melainkan melihat kemajuan Islam dalam kurun waktu tri dasawarsa terakhir membuat musuh-musuh Islam merasa terusik. Dan yang jadi permasalahan, musuh-musuh Islam tersebut justru datang dari pihak internal Islam sendiri, seperti gerakan-gerakan cendekiawan muslim kita yang “keblinger” akan keilmuannya, telah menjadikan mereka ragu pada ajaran (aqidah)nya sendiri. Dan ujung-ujungnya mereka mencoba mengkritisi keyakinan (agama)nya sendiri dengan argumen-argumen yang benar-benar “keblinger.” Secara rasional, gerakan ini jauh lebih membahayakan ketimbang musuh-muauh dari luar Islam. Betapa tidak, gerakan ini berjalan mengikuti hembusan nafas dan alur kehidupan “Islam”. Sedangkan gerakan dari luar Islam membrangus akidah Islam hanya dalam batas tertentu.

Bahkan para cendekiawan muslim yang didominasi para mahasisiwa dari perguruan tinggi dengan latar belakang Islam ini, hanya mengikuti hawa nafsunya dan sebatas kesenangan belaka, disamping ketidaktahuan tentang ajaran Islam yang sesungguhnya.

Menyedihkan memang. Suatu tindakan yang di lakukan “hamba Tuhan” dengan kemampuan akal yang sangat terbatas mencoba mengkritisi nilai-nilai ke(Islam)an yang bermuara pada al Quran dan hadis. Terlebih ketika cendekiawan muslim ini mencoba menggugat kesakralan al Quran, dengan menganggap al Quran bukan satu-satunya wahyu Tuhan yang suci, dan hadis-hadis Nabipun dianggapnya hanya sebagai pelipur duka pada umatnya. Estimasi tentang ajaran Islam yang terkesan asal-asalan dan kurang mendalam, berujung pada terbentuknya gerakan ini dan pada akhirnya mereka mencoba mengkritisi ajaran Islam itu sendiri. Sebagai mana menurut Dr. Yusuf Qardhawi, para musuh-musuh Islam ini pada akhirnya telah menyalahgunakan prinsip maqoshid syari’ah dengan menjadikannya sebagai dalil lepas dari ikatan nash al Quran yang oleh para ulama di kategoirkan valid dalam hal transmisi (qoyh’i al-wurud) dan juga valid dalam hal ma’nanya qoyh’i ad-dilalah.

Distorsi kemungkaran imu dewasa ini telah menyebabkan para cendekiawan Muslim kita salah dalam mengambil jalan. Terlebih sikap apriori yang ditunjukkan elit keagamaan, telah menyebabkan gerakan ini tumbuh subur di negeri berjuluk "Zamrud katulistiwa” ini, yang notabenenlam sebagai Negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia. Kiranya patut di sayangkan, jika kehancuran Islam bukan hanya dimotori orang-orang Barat (orientalis dan gerakan lainnya), tapi juga dilakukan oleh gerakan dengan latar belakangkan Islam. Dan tentunya hal ini bukan tanpa alasan, tapi ada beberapa faktor yang melatar belakanginya.



Seperti halnya kekurangfahaman para cendedkiawan Muslim kita dalam memahami Islam yang sesungguhnya –Penulis tidak bermaksud mengurangi kredibilitasnya-, telah menjadikan mereka benar-benar “keblinger”. Bahkan gerakan meraka tumbuh dari tokoh-tokoh muda yang berkompeten dengan kampus-kampus dengan latarbelakang Islam. Mereka mencoba melontarkan argumen-argumen yang justru menjustrifkasikan penolakan seputar  hukum-hukum syar’i. Dengan menafsirkan bahwa sumber hukum (Islam) yang dipakai umat Islam sekarang telah hilang relevansinya dan perlu direvisi ulang. Terlebih –menurut mereka- perlunya merevisi ulang hukum-hukum hasil ijtihad ulama, yang menurutnya perubahan konsensus hukum merupakan suatu keharusan. Karena penggalian hukum yang di lakukan para ulama tidak lepas dengan tradisi dan budaya bangsa Arab yang begitu mempengaruhi hasil ijtihad para ulama.