Oleh : Azizi Hasbullah
Sesungguhnya keadaan dunia,bangsa, dan adat istiadat serta keyakinan manusia tidak selalu mengikuti sebuah model dan sistem yang tetap melainkan selalu berubah dari hari ke hari dan dari masa kemasa, ia selalu berubah dari keadaan satu pada keadaan yang lain. Hal ini sudah menjadi Sunnatulloh dalam kehidupan manusia, demikianlah Ibnu Kholdun dalam Muqoddimahnya.
Dengan rentang waktu yang lama perubahan pola kehidupan manusia semakin tampak jelas karena di pengaruhi dengan keadaan ekonomi dan budaya transformasi yang di sebabkan kemajuan teknologi, sesuatu yang dulu di anggap Mu'jizat sebagaimana perjalanan Isro' Mi'roj Rosululloh dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqso dengan sebagian malam kini sudah bukan merupakan hal yang luar biasa dengan melihat realita dari banyaknya alat tranportasi yang berkecepatan 80.000 km perjam. Keberadaan janin dalam perut ibu yang masih belum tampak (Majhul) sehingga punya konsekwensi tersendiri dalam hukum Iddah bagi seorang isteri yang di Talak suami atau di tinggal mati suami, ternyata dengan kecanggihan dan prediksi komputer sudah dapat di ketahui dan di deteksi bahkan positif dan tidaknya kehamilan sudah dapat di ketahui sekalipun kandungan masih berusia berapa saja, sehingga hal ini menjadi pendorong pola pikir seseorang yang cenderung ektrim dengan mengesampingkan faktor Ta'abbudi mengatakan bahwa hasil deteksi dari komputer tentang bersihnya rahim dari janin sudah bisa di jadikan pedoman dalam wajib dan tidaknya Iddah.
Pada saat kondisi masyarakat di kota Madinah bersama Rosululloh sebagai Shohibul Hukmi telah menonjol atas kekayaan mereka dengan pertanian sehingga muncullah beban Zakat 10 % dari hasil pertanian, namun pada saat ini bekerja sebagai petani merupakan kemunduran,lebih-lebih di pengaruhi faktor mahalnya pupuk dan obat-obatan sehingga nyaris tidak ada hasil apabila di kalkulasikan di akhir masa panen,padahal kalau kita amati pada saat ini pekerjaan profesi seperti dokter justru penghasilannya lebih banyak dari hasil petani akan tetapi mengapa tidak tersentuh oleh rumusan Fuqoha' ?.
Ketika sulitnya transportasi mengakibatkan sulitnya bepergian maka terciptalah sebuah rumusan dispensasi (Rukhsoh) Qoshor dan Jama' sholat di dukung alat transportasi waktu itu hanya sebatas unta yang hanya bisa menempuh perjalanan 100 km dengan dua hari. Akan tetapi sekarang jarak 100 km dengan tranportasi yang mudah dan cepat bisa di tempuh hanya setengah hari saja. Ketika wanita masih tertutup dalam berbagai kegiatan, maka tidak ada wanita karir sehingga masih mudah memisah antara laki-laki dan perempuan dengan hijab dan ketika laki-laki saja yang memberi nafkah terhadap wanita sehingga warisannya dua kali lipat dari pada wanita, maka rumusan hukum itu tampak jauh berbeda dengan zaman sekarang yang cenderung para wanita yang justru bekerja dan suami malah tidak bekerja. Ketika di perlukan untuk menjauhkan orang Islam dengan orang kafir maka dirumuskan undang-undang pelarangan pernikahan antar wanita muslimah dengan laki-laki non muslim, akan tetapi pola kehidupan di Indonesia yang cenderung memposisikan orang Islam dengan non Islam di perlakukan sama sangatlah secara rasional menuntut sebuah rumusan hukum yang kondisional.
Padahal kalau kita mencermati hukum yang di rumuskan Imam Syafi'i saja, mungkin terdapat Qoul Qodim dengan Qoul Jadid dan ketika beliau merumuskan pembagian zakat yang tidak di perbolehkan untuk diserahkan pada satu orang saja maka sangatlah berbeda dengan situasi dan kondisi sekarang yang dirasa amat sulit untuk membagi zakat fitrah kepada tiap individu orang yang berhak menerima zakat, maka para santri beliau berfatwa dengan diperbolehkannya zakat fitrah di serahkan kepada satu orang saja, ketika Imam Syafi'i melarang zakat hasil sawah dengan sistem penggarapan Mukhabarah justru malah Imam Nawawi memperbolehkan,
Dengan pergeseran waktu serta kompleknya kasus serta pesatnya perubahan ekonomi dan budaya juga pola kehidupan manusia. Maka timbullah tanda tanya besar yaitu Masih Relefan dan Eksiskah fiqh klasik? Dan bagaimanakah konsistensinya ? serta mungkinkah ada rumusan fiqh baru untuk menyesuaikan dengan keadaan zaman dan pola berfikir manusia yang cenderung variatif ? bisakah fiqh klasik mentolelir pada mereka-mereka yang memang di ciptakan Allah dengan berkelainan mental sebagaimana waria yang memang nafsu birahinya condong pada laki-laki ? atau tetap tegas melarang kepada mereka! Apakah hal ini bukan termasuk diskriminasi kepada mereka! Pertanyaan-pertanyaan semalam inilah yang selalu menggelitik dan mewarnai otak mereka yang tidak puas dengan fiqh klasik, terlebih mereka yang merasa terhambat untuk mendapatkan kepentingan. Mari kita coba mencermati dan meneliti pertanyaan di atas dan memunculkan sebuah jawaban yang bisa kita jadikan solusi bersama.
Untuk mengawali jawaban dari pertanyaan di atas terlebih dahulu kita sebagai orang yang beriman haruslah percaya dan yakin bahwa sebuah perkataan, perbuatan dan idiologi yang sesuai dengan ketentuan syari'at Islam, bukan syari'at Islam mengikuti dan mentolelir atas prilaku manusia yang mempunyai kepentingan yang berbeda sebagaimana yang kita ketahui tentang budaya para pejabat yang korupsi apakah undang-undang di Indonesia mentolelir dengan memberi hukuman para koruptor apa tidak berakibat diskriminasi terhadap orang-orang yang berjiwa korupsi. Kenapa demikian!
Hal di atas di sebabkan ada beberapa pertimbangan sebagai berikut :
Pertama : Sebagai orang mukmin jiwanya dan hartanya telah di beli Allah dengan sorganya sebagaimana pernyataan Al Qur'an dalam surat At Taubah ayat 111 yang berbunyi :
إن الله إشترى من المؤ منين أنفسهم وأموالهم بأن لهم الجنة
Artinya : "Sesungguhnya Allah telah membeli jiwa dan harta orang-orang yang beriman dengan ganti kenikmatan sorga".
Seorang penjual yang telah mendapat pesanan dari konsumen tentu harus menyesuakan kehendak konsumen walau sebenarnya penjual tidak sependapat.
Kedua : Kita dijadikan Allah hanya untuk mengabdikan diri kepadaNya sedangkan bentuk pengabdian tentu harus cocok dengan mekanisme yang di tentukan bukan semau hamba itu sendiri. Sebagaimana firman Allah dalam surat Ad Daariyat ayat 56 yang berbunyi :
وما خلقت الجن والإنس إلا ليعبدون
Artinya : "Tidaklah aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk menyembah kepadaku".
Ketiga : Kesempurnaan Islam merupakan rahasia kesempurnaan perintah dan larangan Allah yang tidak bisa di sibak oleh akal manusia akan tetapi hanya dapat di rasakan oleh sirri dalam hati yang disebabkan cahaya hidayah dari Allah dan cahaya hati tersebut hanya di berikan pada orang-orang yang di kehendaki Allah dengan dibersihkan hatinya dari kotoran-kotoran yang dapat menutupi hati dari penglihatannya sebagaimana pernyataan Allah dalam Al Qur'an :
ألله نور السموات والأرض مثل نوره كمشكوة فيها مصباح المصباح في زجاحة الزجاحة كأنها كوكب ذري ييوقد من شجرة مباركة زيتونة لا شرقية ولا غربية يكاد زيتها يضيء ولو لم تمسسه نار نور على نور يهدي ألله لنوره من يشاء
Artinya : "Allah adalah Nurnya langit dan bumi, perumpamaan Nurnya laksana lentera yang di dalamnya terdapat pelita dan pelita di dalam kaca dan kaca itu laksana bintang yang di nyalakan dari pohon zaitun yang barokah tidak diarah timur dan tidak diarah barat yang mana minyak pohon itu menyala sekalipun tidak tersentuh oleh api cahaya diatas cahaya. Allah menunjukkan kepada Nurnya bagi orang-orang yang di kehendakinya".
Sehingga bagi hambanya yang mendapat Nur Hidayah dari Allah, maka akan selalu menyambut positif segala apa yang datang dari Allah dan RosulNya sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW :
الخير ما إختاره ألله لك لا ما تختاره
Artinya : "Perkara yang baik adalah apa yang telah di pilihkan Allah kepadamu bukan apa yang telah kau pilih sendiri".
Nur Allah tidak di berikan kepada orang yang berjiwa kotor yaitu orang-orang dholim sebagaimana pernyataan Allah dalam Al Qur'an dalam surat Al Baqoroh ayat 258 yang berbunyi :
إن ألله لا يهدي القوم الظالمين . البقرة أية 258
ال عمران أية 86 المائدة أية 51 الأنعام أية144 التوبة أية 19 و 109
القصص أية 50 الصافات أية 7 الحج أية 5 الأحقاف أية 10
Dengan demikian sangatlah wajar dan bukan merupakan hal yang asing ketika hukum dan ayat alloh dibaca dan di ungkapkan kepada mereka yang mendapat petunjuk maka semakin kuat imannya dan mereka pasrahkan kepada alloh, akan tetapi hal di atas sangatlah berbalik jika Al-Qur'an di baca kepada mereka yang tidak mendapatkan hidayah dari Allah, malah mereka mengatakan bahwa itu semua adalah konsep orang gila, konsep yang irasional sebagaimana ungkapan orang-orang yang tidak percaya dengan Nabi Muhammad. Hal ini sesuai dengan firman Alloh dalam Al Qur'an :
إنما المؤمنون الذين إذا ذكر الله وجلت قلوبهم وإذا تليت عليهم ءاياته زادتهم إيمانا وعلى ربهم يتوكلون. الأنفال أية (2)
Artinya : "Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakkal".
وإن يكاد الذين كفروا ليزلقونك بأبصارهم لما سمعوا الذكر ويقولون إنه لمجنون. القلم أية (51)
Artinya : "Dan sesungguhnya orang-orang kafir itu benar-benar hampir menggelincirkan kamu dengan pandangan mereka, tatkala mereka mendengar Al Qur'an dan mereka berkata: "Sesungguhnya ia (Muhammad) benar-benar orang yang gila".
Sedangkan untuk menuju kearah sana bukan melalui akal dan otak, melainkan dari sisi hati yang konsepnya bukan kerena belajar dan dengan dialog melainkan dengan mujahadah dan taqwa, sebagimana pernyataan Alloh dalam Surat Al-Baqoroh ayat 282 dan Al-Ankabut ayat 69 yang berbunyi :
واتقوا الله ويعلمكم الله
Artinya : "Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu".
والذين جاهدوا فينا لنهدينهم سبلنا
Artinya : "Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan Kepada mereka jalan-jalan Kami".
Keempat : Akal manusia tidak akan pernah mengetahui kebenaran yang haqiqi karena kebenaran yang haqiqi adalah kebenaran yang datang dari Alloh sebagaimana firman-Nya dalam Al-Qur'an
الحق من ربك فلا تكونن من الممترين. البقرة أية 147
Artinya : "Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu".
الحق من ربك فلا تكن من الممترين. أل عمران أية 60
Artinya : "(Apa yang telah Kami ceritakan itu), itulah yang benar, yang datang dari Tuhanmu, karena itu janganlah kamu termasuk orang-orang yang ragu-ragu".
Sedangkan kebenaran yang datangnya dari manusia hanya merupakan dugaan belaka yang banyak salahnya dari pada benarnya, Alloh memberi peringatan untuk mengikuti hasil dugaan karena akan berakibat tersesat dari jalan yang benar. Sebagaimana pernyataan Alloh dalam Surat Al-An'am ayat 116
وإن تطع أكثر من في الأرض يضلوك عن سبيل الله إن يتبعون إلا الظن وإن هم إلا يخرصون
Artinya :"Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah)".
Jika kita sampai terprovokasi dengan mereka padahal kenyataan pendapat mereka salah, maka mereka tidak akan pernah bertanggung jawab atas kesalahanya dihadapan Alloh melainkan masing-masing individu akan bertanggung jawab sendiri,baik disebabkan pendapat sendiri atau mengikuti kepada pendapat orang lain. Sebagaimana Firman Alloh dalam surat Al-Baqoroh ayat 166 dan 167
إذ تبرأ الذين اتبعوا من الذين اتبعوا ورأوا العذاب وتقطعت بهم الأسباب(166)وقال الذين اتبعوا لو أن لنا كرة فنتبرأ منهم كما تبرءوا منا
Artinya : "(Yaitu) ketika orang-orang yang diikuti itu berlepas diri dari orang-orang yang mengikutinya, dan mereka melihat siksa; dan (ketika) segala hubungan antara mereka terputus sama sekali. Dan berkatalah orang-orang yang mengikuti: "Seandainya kami dapat kembali (ke dunia), pasti kami akan berlepas diri dari mereka, sebagaimana mereka berlepas diri dari kami."
Namun kebenaran yang dikehendaki Alloh bentuknya seperti apa ? akal manusia tidak mampu menembus kehendak Alloh yang sebenarnya, akan tetapi Alloh memberi pedoman untuk mendeteksi dengan dua hal yaitu : Al-Qur'an dan Al-Hadits yang meliputi ungkapan, prilaku dan pengakuan Rosululloh SAW. sebagaimana pernyataan Rosululloh SAW yamg berbunyi :
تركت أمرين ما إن تمسكتم لن تضلوا بعد هما أبدا. الحديث
Namun Al-Qur'an dan Al-Hadits sangatlah elastis sehingga dapat diseret dengan arti bagaimanapun saja, oleh karenanya Alloh memberi peringatan jangan sekali-kali memberi keputusan yang hanya dipengaruhi hawa nafsunya, sebagaimana peringatan Alloh dalam Al-Qur'an :
وأنزلنا إليك الكتاب بالحق مصدقا لما بين يديه من الكتاب ومهيمنا عليه فاحكم بينهم بما أنزل الله ولا تتبع أهواءهم عما جاءك من الحق. المائدة أية 48
Artinya : " Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Qur'an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu."
Dengan modal dua pedoman tersebut Rosululloh SAW memerintahkan umatnya untuk mengkaji dengan didasari pengetahuan dan keihlasan serta ketaqwaan dan setelah itu kalau hasil keputusan yang ia yakini itu bisa menjadikan hatinya tenang, maka itulah kebenaran, namun jika hasil upaya tersebut ternyata masih menyisakan kebimbangan berarti itu merupakan rumusan yang salah. Sebagaimana sabda Rosululloh SAW :
البر ما تطمئن قلبك والإثم ما خالفه صدرك. الحديث
Dan jika sudah berupaya dan meyakini akan tetapi kenyataan runusan hukumnya salah, maka tidak berdosa baginya dengan catatan mereka tidak gegabah dalam memberi keputusan sebagaimana firman Alloh dalam Al-Qur'an :
وليس عليكم جناح فيما أخطأتم به ولكن ما تعمدت قلوبكم وكان الله غفورا رحيما. الأحزاب أية 5
Artinya : "Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang".
فمن اضطر غير باغ ولا عاد فلا إثم عليه. البقرة أية 173
Artinya : "Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang".
Bahkan mereka yang menghasilkan Ijtihad yang salah maka,tetap mendapat satu pahala dari Alloh sebagai imbalan jerih payah mereka dan yang benar akan mendapat dua pahala. Sebagaimana sabda beliau Nabi SAW :
إذا اجتهد الحاكم فأصاب فله أجران وإذا اجتهد الحاكم فأخطء فله أجر واحد. الحديث
Namun sebaliknya bagi orang yang memberi hukum karena dipengaruhi nafsu atau tidak memiliki kemampuan, maka hukumnya akan salah dan mendapat ancaman siksa sebagaimana sabda beliau Nabi SAW :
القضاة ثلاثة واحد في الجنة وإثنان في النار. الحديث
Dengan demikian bentuk rumusan fiqh klasik lebih berhati-hati dalam memahami teks Al-Qur'an dan Al-Hadits yang notabenenya sebagai penterjemah yang mampu membukakan arti Al-Qur'an secara benar.Fiqh klasik menanggapi teks Al-Qur'an dan Al-Hadits mengklasifikasikan dengan dua bagian. 1. Hubungan dengan teks 2. Hubungan dengan mekanisme perintah.
Ed. 1. Hubungan dengan teks ada dua :
Teks yang Qot'i (tidak dapat dikritisi lagi) yaitu bentuk teks yang artinya sudah menjadi konsensus(Ijma') para Shohabat sebagaimana wajibnya shalat 5 waktu dalam mentafsiri fi'il amar dalam firman Alloh yang berbunyi أقيموا الصلاة dan wajibnya zakat dalam firman Alloh وأتوا الزكاة dan halalnya menikah dalam ayat serta bukan merupakan kewajiban dalam amar yang terdapat dalam ayat فانكحوا ما طاب لكم من النساء dan haramnya riba serta halalnya jual beli dalalm ayat أحل الله البيع وحرم الربا karena :ada sebuah jaminan hadits yang berbunyi :
لا تجتمع أمتي على الضلالة. الحديث
Ayat yang masih dapat di interprestasikan dengan beberapa tafsiran dan belum pernah ada konsensus dari Shohabat, maka para ulama' memberi penafsiran dengan mencari dukungan dengan beberapa dalil sebagaimana firman Alloh dan hadits Nabi SAW yang berbunyi :
فإن طلقها فلا تحل له من بعد حتى تنكح زوجا غيره. البقرة أية 230
Artinya : "Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain".
اسنعوا كل شيئ إلا النكاح. الحديث
Dan juga dapat berarti ikatan suami istri dengan transaksi sebagaimana hadits :
لا نكاح إلا بولي. الحديث
Dan ada juga ulama' yang sangat berhati-hati dalam membuat sebuah rumusan hukum dengan cara mengumpulkan dan menggunakan kedua makna diatas, sehingga menimbulkan konsekwensi bahwa suami tidak boleh kembali kepada isteri sebelum istri bersuami dengan orang lain dan telah disetubuhi sebagaimana rumusan hukum Imam Syafi'i dengan dukungan hadits :
روي أن تميمة بنت عبد الرحمن القرظي كانت تحت رفاعة بن وهب بن عاطق القرظي فطلقها ثلاثا فتزوجت بعبد الرحمن بن الزبير القرظي فأتت النبي وقالت كنت تحت رفاعة فطلقني فبت طلاقي فتزوجت بعده عبد الرحمن بن الزبير وأن ما معه مثل هدبة الثوب وأنه أراد أن يطلقني قبل أن يمسني أفأرجع إلى إبن عمي فتبسم رسول الله فقال أتريدين أن ترجعي إلى رفاعة ؟ لا حتى تذوقي عسيلته ويذوق عسيلتك. الحديث
Ed. 2. Hal yang berhubungan dengan mekanisme dalam mewujudkan perintah terbagi menjadi dua :
Urusan dokmatif (ta'abudi) sebagaimana mekanisme shalat harus dilakukan dengan bentuk ruku' dan sujud, dan juga mekanisme berwudlu harus dengan membasuh pada anggota-anggota tertentu, dalam hal ini juga bukan wewenang mujtahid untuk mengkritisi apalagi membuat mekanisme yang tidak pernah diajarkan Nabi SAW sebagaimana sabda beliau yang berbunyi :
صلوا كما رأيتموني أصلي. الحديث
Walaupun nanti akan terjadi perbedaan pandangan tentang ajaran tersebut merupakan ajaran normatif atau yang dapat dirasionalkan, sehingga dapat dilakukan dengan cara lain dalam mengaktualisasikan ajaran tersebut,, sebagimana perintah Nabi SAW dalam membasuh jilatan anjing dengan tujuh (7) kali basuhan salah satunya dengan menggunakan debu yang tertera dalam hadits :
إذا ولغ الكلب في إناء أحدكم فليغسله سبع مرات إحداهن بالتراب. الحديث
Dengan perintah membasuh dapat dimungkinkan berarti, jilatan anjing tersebut najis tapi juga mungkin tidak najis karena tidak ada nash dari Nabi SAW tentang kenajisannya. Sedangkan perintah membasuh dengan 7 kali adalah merupakam ajaran agama (ta'abudi), demikian pula tentang bentuk shalat Nabi SAW, maka mereka memberi rumusan dengan sesuai pengetahuan mereka sendiri dalam bentuk shalatnya beliau Nabi.
Ajaran yang dapat dirasionalkan tujuannya sebagaimana konsep jual beli yaitu yang terpenting adalah saling ridlo diantara kedua belah pihak, maka dalam hal ini para fuqoha' klasik memberi rumusan yang dapat mengantarkan pada ridlo dari kedua belah pihak, karena prinsipnya terdapat dalam hadits Nabi SAW
لا يحل مال امرئ إلا عن طيب نفس. رواه الترمذي
Dan firman Alloh yang berbunyi :
ليس على الأعمى حرج ولا على الأعرج حرج ولا على المريض حرج ولا على أنفسكم أن تأكلوا من بيوتكم أو بيوت ءابائكم أو بيوت أمهاتكم أو بيوت إخوانكم أو بيوت أخواتكم أو بيوت أعمامكم أو بيوت عماتكم أو بيوت أخوالكم أو بيوت خالاتكم أو ما ملكتم مفاتحه أو صديقكم. النور أية 61
Artinya : Tidak ada halangan bagi orang buta, tidak (pula) bagi orang pincang, tidak (pula) bagi orang sakit, dan tidak (pula) bagi dirimu sendiri, makan (bersama-sama mereka) di rumah kamu sendiri atau di rumah bapak-bapakmu, di rumah ibu-ibumu, di rumah saudara-saudaramu yang laki-laki, di rumah saudaramu yang perempuan, di rumah saudara bapakmu yang laki-laki di rumah saudara bapakmu yang perempuan, di rumah saudara ibumu yang laki-laki di rumah saudara ibumu yang perempuan, di rumah yang kamu miliki kuncinya atau di rumah kawan-kawanmu.
ياأيها الذين ءامنوا لا تأكلوا أموالكم بينكم بالباطل إلا أن تكون تجارة عن تراض منكم ولا تقتلوا أنفسكم. النساء أية 29
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.
Dalam hal-hal yang ada faktornya, namun sulit untuk diketahui karena beda-bedanya kemampuan atau mental manusia, sebagaimana larangan percampuran antara laki-laki dan wanita yang tidak di perbolehkan karena di khawatirkan terjadinya hal-hal yang negatif maka dikembalikan pada madhinnah. Demikian pula diperbolehkannya Qoshor karena adanya masyaqqoh maka dikembalikan pada madhinnah dimana perjalanan pada umumnya mengandung masyaqqoh maka diperbolehkan mengqoshor walaupun tidak ada masyaqqoh dan lain-lainnya. Apabila ingin kejelasan maka silahkan mengkaji beberapa reverensi kitab aslinya dengan didasari hati yang ihlas. Semoga kita mendapatkan hidayah dari Alloh SWT. Amiin Yaa Robbal Aalamin.
Blitar,27 Juli 2004 M.