Hasil Bahts Masail PWNU Jatim 1981 di PP. Zainul Hasan Genggong Probolinggo
Pertanyaan:
Ada dua pendapat menurut as-Syafi’i tentang batalnya wudlu bagi orang yang “disentuh” perempuan lain. Yang dipermasalahkan: manakah yang paling utama untuk kita ikuti? Mengikuti pendapat kedua dari imam Syafi’i itu atau pindah madzhab lain? Dan bagaimana hukumnya pindah madzab pada waktu tertentu?
Jawaban:
Mana yang lebih utama, ada dua pendapat: Pertama, boleh memilih antara qoul tsani dan pindah madzab lain. Kedua, lebih baik taqlid pada qoul tsani. Sedangkan pindah madzab pada waktu tertentu adalah boleh.
Dasar Pengambilan Hukum:
1. Hasyiyah Ibnu Hajar ‘Ala al-Idlah Fi Manasiki al-Hajj li al-Nawawi, Hlm. 236
وَفِى الْمَلْمُوْسِ قَوْلاَنِ لِلشَّافِعِىِّ رَحِمَهُ اللهُ، أَصَحُّهُمَا عِنَد أَكْثَرِ أَصْحَابِهِ أَنَّهُ يَنْتَقِضُ وُضُوْءُهُ وَهُوَ نَصُّهُ فِى أَكْثَرِ كُتُبِهِ. وَالثَّانِى لاَ يَنْتَقِضُ وُضُوْءُهُ وَاخْتَارَهُ جَمَاعَةٌ قَلِيْلَةٌ فِى اَصْحَابِهِ وَالْمُخْتَارُ اْلاَوَّلُ.
"Dalam masalah seseorang yang tersentuh dengan wanita lain yang bukan mahramnya, menurut imam Syafii ada dua pendapat. Yang ashoh dari kedua pendapat menurut kebanyakan santrinya (sahabatnya) hal itu merusakkan (membatalkan) wudlunya. Pendapat itu merupakan nash dari imam Syafi’i dalam kebanyakan kitabnya. Sedangkan pendapat kedua tidak membatalkan wudlunya dan pendapat ini dipilih oleh kelompok kecil dari santrinya. Yang muhtar (terpilih) adalah pendapat yang pertama".
2. Bughyatu al-Mustarsyidin, Hlm. 9
يَجُوْزُ تَقْلِيْدُ مُلْتَزِمِ مَذْهَبِ الشَّافِعِىّ غَيْرَ مَذْهَبِهِ أَوِ الْمَرْجُوْحِ لِلضَّرُوْرَةِ اَىِ الْمَشَقَّةِ الَّتِى لاَ تُحْتَمَلُ عَادَةً. وفى سبعة كتب مفيدة ص مانصه: وَاعْلَمْ أَنَّ اْلأَصَحَّ مِنْ كَلاَمِ الْمُتَأَخِّرِيْنَ كَالشَّيْخِ ابْنِ حَجَرٍ وَغَيْرِهِ أَنَّهُ يَجُوْزُ اْلإِنْتِقَالُ مِنْ مَذْهَبٍ إِلَى مَذْهَبٍ مِنَ الْمَذَاهِبِ الْمُدَوَّنَةِ وَلَوْ لِمُجَرَّدِ التَّشَهِّى سَوَاءٌ إِنْتَقَلَ دَوَامًا أَوْبَعْضَ الْحَادِثَاتِ.
"Boleh taqlid (mengikuti) bagi yang tetap yang tetap madzab Imam Syafi’i pada selain madzabnya, atau pada pendapat yang marjuh karena dhorurot. Artinya masyakot (sulit) yang tidak menjadi kebiasaan. Dalam kitab sab’atul kutubi almufidah di jelaskan: ketahuilah sesungguhnya yang ashoh menurut pendapat ulama mutaakhirin (yang akhir-akhir) seperti syekh ibnu hajar dan lainnya. Yaitu boleh pindah madzab ke madzab lain dari beberapa madzab yang telah dibukukan, meskipun hanya untuk keinginan, baik pindahnya itu untuk selamanya atau didalam sebagian kejadian".
3. Sab’atu Kutubi al-Mustafidah, Hlm. 160
اْلأَصَحُّ أَنَّ الْعَامِىَ مُخَيَّرٌ بَيْنَ تَقْلِيْدِ مَنْ شَاءَ وَلَوْ مَفْضُوْلاً عِنْدَهُ مَعَ
وُجُوْدِ اْلأَفْضَلِ مَا لَمْ يَتَتَبَّعِ الرُّخَصُ، بَلْ وَإِنْ تَتَبَّعَهَا عَلَى مَا قَالَهُ عِزُّ الدِّيْنِ عَبْدِ السَّلاَمِ وَغَيْرُهُ.
"Yang ashah, sesungguhnya orang awam (al-am) boleh memilih antara mengikuti pendapat orang yang dikehendaki meskipun pendapat yang diungguli disisinya, padahal ada yang lebih afdlol. Selama ia tidak berturut-turut mengikuti yang ringan (rukhsoh) bahkan meskipun berturut-turut (juga boleh) menurut apa yang dikatakan oleh Imam Izzuddin bin ‘abdi salam dan lain-lainnya".
4. Hamisy I’anatu al-Thalibin, Juz Í, Hlm. 59
وَحِيْنَئِذٍ تَقْلِيْدُ أَحَدِ هَذَيْنِ الْقَوْلَيْنِ أَوْلَى مِنْ تَقْلِيْدِ أَبِي حَنِيْفَةَ.
"Dengan demikian, mengikuti salah satu dari dua pendapat ini lebih baik dari mengikuti madzab Abi Hanifah.
5. Al-Fawaidu al-Madaniyah al-Kubra
إِنَّ تَقْلِيْدَ الْقَوْلِ أَوِ الْوَجْهِ الضَّعِيْفِ فِي الْمَذْهَبِ بِشَرْطِهِ أَوْلىَ مِنْ تَقْلِيْدِ مَذْهَبِ الْغَيْرِ لِعُسْرِ اجْتِمَاعِ شُرُوْطِهِ
"Mengikuti pendapat atau wajah dhoif didalam madzabnya dengan syarat-syaratnya, itu lebih utama dari pada mengikuti madzab-madzab lain, karena sulitnya mengumpulkan sarat-saratnya".
6. Jam’u ar-Risalatain Fi Ta’addudi al-Jum’atain, Hlm. 14
اْلقَدِيْمُ أَيْضًا أَنَّ أَقَلَّهُمْ اِثْنَا عَشَرَ اهـ ثُمَّ إِنَّ تَقْلِيْدَ الْقَوْلِ اْلقَدِيْمِ أَوْلَى مِنْ تَقْلِيْدِ الْمُخَالِفِ ِلأَنَّهُ يَحْتَاجُ أَنْ يُرَاعِيَ مَذْهَبَ الْمُقَلَّدِ بِفَتْحِ اللاَّمِ فِي الْوُضُوْءِ وَالْغُسْلِ وَبَقِيَّةِ الشُّرُوْطِ، وَهَذَا يَعْسُرُ عَلَى غَيْرِ الْعَارِفِ، فَالتَّمَسُّكُ بِأَقْوَالِ اْلإِمَامِ الضَّعِيْفَةِ أَوْلَى مِنَ الْخُرُوْجِ إِلَى الْمَذْهَبِ اْلآخَرِ.
"Taqlid (mengikuti) pendapat qoul qodim itu lebih baik dari pada mengikuti madzab yang berbeda dengan (madzabnya). Karena hal itu memerlukan menjaga madzab yang diikutinya. Dalam wudlu, mandi dan semua syarat-syarat. Hal ini sulit bagi selain yang mengetahui. Maka berpegang teguh kepada pendapat-pendapat imanya yang dhoif itu lebih baik dari pada keluar menuju madzab yang lain".