Recents in Beach

header ads

Riwayat Abuya Sanja Pandeglang (santri jago al-fiyah)


Kiyahi yang terkenal sebagai Raja Alfiyah ini lahir di Cigintung Pandegelang pada tahun 1917 masehi. Ayahnya bernama H. kasmin bin Ki Adil ibunya bernama Hj. Elas. Setelah menikah beliau tinggal di kampung isterinya di Kadu kaweng dan mendirikan pesantren di sana. Pengelanaan ilmiyah Syekh Sanja dimulai di pesantren Kadu peusing asuhan Syekh Tubagus Abdul Halim seorang Kiyahi yang kemudian menjadi Bupati Pandeglang yang pertama pasca kemerdekaan. Kemudian kepada Syekh Muqri Kara bohong Labuan seorang kiyahi yang terkenal dengan semangat pembelaan nya pada tanah air. Syekh muqri pula terjun pada perang Pandeglang pada tahun 1926 bersama Syekh asnawi caringin dan Syekh falati dari Maghrabi (maroko) yang sengaja datang ke Banten untuk membantu perjuangan rakyat Banten melawan belanda. Selain itu beliau mesantren juga di Kadu gadung Pandeglang. Setelah itu Syekh sanja menuntut ilmu di luar Banten. Ia mendatangi pesantren Sukaraja di Garut asuhan Syekh Adro’i. Syekh adro’I terkenal sebagai raja Alfiyah waktu itu. Setelah wafatnya Syekh Adro’I, syekh Sanja di yakini sebagai penerus risalah penghulu para ahli kitab alfiyah. Beliau juga menuntu ilmu di pesantren Sempur asuhan Syekh tubagus Bakri yang terkenal dengan Mama Sempur. Mama Sempur adalah Bangsawan Banten yang menuntut ilmu kepada syekh Nawawi di Makkah al- mukarromah kemudian setelah beliau pulang ke jawa beliau mendirikan pesantren di Sempur purwakarta. Selain di Sempur Syekh Sanja yang akrab di sapa Mama sanja juga mesantren di Gentur asuhan syekh Ahmad syatibi seorang ulama ahli ilmu balaghoh. Selain itu pula Syekh Sanja mesantren di Cirebon, pekalongan, Bogor dan lain-lain. Setelah menikah beliau tinggal di Kadukaweung Kadu hejo pandeglang dan mendirikan pesantren yang di beri nama Pondok Pesantren Riyadul Alfiyah. Penamaan Riyadul Alfiyah disesuaikan dengan kekhususan pelajaran yang dikaji di pesantren ini yaitu kitab al-fiyah. Walaupun selain alfiyah memang ada beberapa fan ilmu yang juga di ajarkan terutama fan ilmu mantiq yaitu sebuah cabang ilmu yang mempelajari tentang bagaimana cara berpikir yang tepat sehingga melahirkan kesimpulan yang tepat pula. Syekh Sanja adalah seorang kiyahi yang dikenal sangat berpenampilan bersahaja. Ketawaduan adalah sifatnya yang menonjol. walau ia di kenal banyak memiliki kekayaan tetapi hidupnya begitu sederhana. Disela-sela mengajar ngaji para santri ia selalu menyempatkan diri untuk pergi ke sawah untuk mencangkul. Sawahnya begitu luas, konon beliau sudah tidak di perkenankan lagi membeli sawah oleh pemerintah karena sawahnya telah berjumlah ratusan hektar. Ada cerita menarik tentang kegemarannya mencangkul. Ketika beliau sedang mencangkul dengan pakaian layak nya seorang petani di sawah, ada calon santri datang dengan membawa perangkat yang akan di gunakan selama mesantren di kadukaweng. Rupanya santri itu tidak tahu mana pesantren kadukaweung, ahirnya ia bertanya pada syekh sanja. Setelah Syekh Sanja memberitahu di mana pesantren Riyadul Alfiyah kadukaweung rupanya barang-barang calon santri ini membuatnya repot. Akhirnya ia memohon petani yang tak lain adalah Syekh sanja itu untuk membantu membawa barang-barangnya. Tanpa sungkan Syekh sanja bersedia membawa barang- barang santri itu. Setelah sampai di Kadu kaweung sebagaimana lazimnya santri baru ia memohon di tunjukan di mana rumah Syekh Sanja untuk memohon dapat di terima sebagai santri baru. Setelah menunjukan rumahnya sendiri kepada santri itu Syekh Sanja masuk ke dalam rumah dari pintu belakang. Dan sangat kaget lah santri itu bahwa petani yang tadi membawa barang- barangnya adalah Syekh Sanja sendiri. Para ulama di kiyahi pengasuh pesantren di Banten dari mulai tahun limapuluhan sampai Sembilan puluhan rata-rata pernah merasakan nyantri di Syekh Sanja. Belum lengkap rasanya ilmu yang di timba di banyak pesantren bila belum merasakan nyantri dan ngaji ilmu nahwu dan shorof yang terdapat dalam kitab alfiyah ibnu malik kepada Syekh sanja yang merupakan penghulu para ahli alfiyah. Murid-murid beliau menyebar di seluruh banten dan tanah pasundan khususnya dan pulau jawa dan lampung umumnya. Di antara dari ratusan bahkan ribuan kiyahi yang bisa disebutkan sebagai muridnya adalah Syekh Ahmad Bushtomi (Buya Cisantri), Syekh mufti Asnawi (Buya Cakung srewu) dll. Termasuk penulis yang nyantri pada tahun 1994. Beliau mempunyai sepuluh orang anak yaitu KH. Encep fathoni (alm), H. naming yunani, KH. Juwaini (yang meneruskan beliau menjadi pengasuh pesantren sekarang), Hj. Fathonah, H. ahmad Yani, H. Badruddin, H. farhani, H. endin, H. lutfi, Hj. Lutfiyah. Penganut tariqah Al- qadiriyah wa- Annaqsyabandiyah ini kembali ke Rafiiqul a’la dalam usia ke 82 tahun pada 25 Muharram 1420 H bertepatan dengan 11 mei 1999 M
maaf bila ada kesalahan dan kekurangan.